Headlines News :
Home » »

Written By Berkah Tani Unggul on Tuesday, 3 September 2013 | 09:09


MENYUSUN PROPOSAL PENELITIAN
Sering sekali muncul pertanyaan tentang tata cara menyusun Proposal Penelitian dan format atau bentuk penyajiannya. Pertanyaan itu muncul tidak hanya dari mahasiswa dari setiap strata pendidikan, tetapi juga dari kalangan guru yang bermaksud melakukan penelitian sebagai salah satu kegiatan ilmiyah yang perlu mereka lakukan dalam mengusulkan kenaikan pangkat dan jabatannya. Sebenarnya pertanyaan tersebut terjawab secara tuntas dalam mata kuliah Metodologi Penelitian. Akan tetapi oleh karena mata kuliah tersebut dipelajari sudah lama, mungkin ingatannya tidak segar lagi. Atau mungkin juga pertanyaan itu muncul karena pengalaman yang kurang menyenangkan dalam proses mengajukan proposal penelitian.
Tulisan ini mencoba memberikan uraian singkat tentang penyusunan proposal penelitian, dengan asumsi bahwa pada hakikatnya tidak ada format, sistematika dan isi proposal yang baku atau standar. Karena format, sistematika, dan isi Proposal Penelitian bergantung pada tujuan dan kesepakatan di kalangan tertentu. Secara khusus tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa/i di jurusan Teknologi Pendidikan FIP UNJ, yang sedang mempersiapkan Proposal Penelitian untuk penulian skripsinya.
Apa yang dimaksud dengan Proposal?
“Proposal”  bermakna “usulan” yang merupakan hasil dari kegiatan “mengusulkan” atau “propose” dalam bahasa Inggris. Dengan demikian proposal adalah merupakan suatu usulan atau rencana yang memerlukan persetujuan dari pihak lain sebelum dilaksanakan. Isi proposal dapat berupa rancangan  kegiatan, dana, pelaksana, dan lain sebagainya.
Apa tujuan proposal?
Proposal bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang suatu rencana kegiatan secara lengkap, jelas, singkat, dan mudah dimengerti sebagai bahan pertimbangan bagi pihak yang memberikan persetujuan atas kegiatan yang diusulkan. Sudah barang tentu keberhasilan suatu proposal ialah disetujui oleh pengambil keputusan yang berwewenang.
Apa yang dimaksud dengan Proposal Penelitian?
Proposal Penelitian ialah usulan yang berisi rencana kegiatan penelitian yang disajikan secara tertulis untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwewenang. Pihak yang berwewenang di sini dapat saja seperti lembaga/instansi yang akan mensponsori atau membiayai penelitian tersebut, tempat atau sasaran penelitian, dan lembaga/instansi yang meminta dilakukannya penelitian. Untuk keperluan penulisan skripsi, proposal  penelitian diperlukan untuk memperoleh persetujuan dari Ketua Jurusan atau Ketua Program Bidang Studi.
Apa isi Proposal Penelitian?
Proposal penelitian  mengemukakan dua hal pokok yaitu (1) masalah yang akan diteliti, dan (2)  metodologi penelitian.
Masalah Penelitian.
Masalah penelitian adalah sesuatu yang ingin diketahui atau dipecahkan/diatasi oleh peneliti melalui prosedur ilmiah. Dengan demikian maka masalah penelitian perlu dirumuskan secara jelas dan operasional. Agar menjadi jelas serta untuk memperlihatkan kedudukan dan pentingnya diketahui atau dipecahkan, maka masalah itu perlu diberikan latar belakang  dengan memberikan informasi pendahuluan tentang situasi tempat dan  waktu masalah itu terjadi. Latar belakang ini juga hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas tentang berbagai kesenjangan yang terjadi dan yang mungkin terjadi beserta akibatnya kalau masalah itu tidak diekatahui dan diatasi. Oleh karena itu dalam mengawali suatu penelitian, yang utama dan terutama dilakukan ialah mengidentifikasi masalah. Kejelasan masalah akan membantu peneliti untuk memilih dan menentukan metodologi penelitian yang tepat.
Metodologi penelitian
Metodologi penelitian ialah ilmu tentang metode-metode yang dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena metodologi penelitian menawarkan berbagai metode dalam melakukan suatu penelitian, maka peneliti perlu memilih metode yang tepat dalam arti efektif dan efisien untuk mencapai tujuan penelitiannya. Dengan demikian acuan utama dalam memilih metode penelitian ialah masalah pebelitian. Bukan menentukan metode penelitian terlebih dahulu baru merumuskan masalah penelitian.
Unsur-unsur apa saja yang perlu diperhatikan dalam menentukan masalah penelitian?
Pilihlah bidang penelitian yang diminati atau yang menarik bagi Anda sebagai peneliti. Misalnya di bidang media pembelajaran, organisasi belajar, dan lain-lain yang relevan dengan bidang studi Teknologi Pembelajaran.
Pilihlah masalah yang menarik  perhatian Anda dan Anda memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup tentang masalah itu. Misalnya masalah tentang desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, atau evaluasi dalam proses dan sumber-sumber belajar.
Yakini bahwa terdapat teori yang cukup untuk mengkaji, menganalisis, atau mengevaluasi masalah yang hendak Anda teliti. Hal ini diperlihatkan juga dengan melengkapi Proposal Penelitian dengan Daftar Pustaka.
Yakini bahwa Anda dapat mengumpulkan dan memperoleh data tentang masalah yang akan Anda teliti.
Yakini bahwa masalah yang Anda pilih belum  pernah diteliti orang lain dengan objek dan tempat yang sama.
Yakini bahwa tersedia waktu yang cukup untuk melakukan penelitian sesuai dengan target waktu yang ditetapkan mulai dari pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis data sampai ke penulisan laporan penelitian. Penelitian untuk skripsi sebaiknya ditargetkan selesai dalam enam bulan atau satu semester.
Yakini tersedia pembimbing dari segi materi dan metodologi penelitian yang memiliki keahlian yang sesuai dengan bidang penelitian Anda.
Bagaimana format Proposal Penelitian disusun?
Ada berbagai maacam format Proposal Penelitian dilihat dari sistematika dan isi serta kelengkapan proposal. Format  Proposal Penelitian lazimnya ditentukan oleh:
Kesepakatan dalam lembaga/instansi/kelempok. Oleh karena itu format Proposal Penelitian antar perguruan tinggi atau antar fakultas, bahkan antar jurusan dapat saja berbeda. Akan tetapi setdak-tidaknya dalam satu jurusan sebagai unit terkecil di satu perguruan tinggi hendaknya sama.
Tujuan Proposal Penelitian. Proposal penelitian untuk keperluan memperoleh sponsor dan dana dapat berbeda dengan proposal penelitian untuk keperluan penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Untuk Proposal Penelitian untuk keperluan memenuhi persyaratan akademis biasanya tidak memuat rincian dana yang diperlukan serta sumber dana untuk penelitian yang diusulkan.
Jenis penelitian. Proposal Penelitian yang menggunakan paradigma kuantitatif dapat berbeda dengan yang menggunakan paradiga kualitatif. Demikian juga format Proposal Penelitian untuk penelitian eksperimen dapat berbeda dengan penelitian survei.
Organisasi profesi. Format Proposal Penelitian yang disepakati dan dipergunakan  antar organisasi profesi  dapat juga berbeda satu sama lain Misalnya, The Association for Educational; Communication and Technology menyepakati format Proposal Penelitian (AECT, 1995), yang berbeda dengan American Pscychological Association (APA), atau dengan  . Modern Language Association (MLA). Di Indonesia format penelitian yang dipergunakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), berbeda dengan  Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), atau dengan Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Format yang mana pun dipergunakan, suatu Proposal Penelitian pada hakikatnya setidak-tidaknya mengandung dua unsur utama yang dikemukakan sebelumnya yaitu (1) masalah dan (2) metodologi. Pengembangan kedua unsur tersebut dalam Proposal Penelitian dapat berbeda.  Kelayakan suatu Proposal Penelitian dapat dilihat sejauh mana kejelasan kedua unsur tersebut diuraikan.
Apa isi pokok Proposal Penelitian yang berlaku di AECT?
Pendahuluan.
Pendahuluan menjelaskan secara ringkas
(1)   latar belakang masalah,
(2)  masalah,
(3) teori yang berkaitan dengan masalah,
(4) variable yang diteliti, dan
(5) pertanyaan-pertanyaan spesifik yang diajukan dalam penelitian.
Metode dan Sumber Data.
Bagian ini menjelaskan
(1)   metode penelitian yang akan dipergunakan termasuk populasi, responden, teknik pengumpulan data dan instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data;
(2) dalam penelitian eksperimen disebutkan desain eksperimen, variable bebas dan variable terikat dan cara melakukan eksperimen itu; untuk penelitian kualitatif  diutaikan konteks/latar, orientasi, pemeriksaan validitas, dan tujuan;
(3) bahan dan alat  serta teknik-teknik khusus yang dipergunakan dalam penelitian; dan
(4) urutan langkah-langkah yang akan ditempuh termasuk urutan langkah-langkah dalam pengumpulan data.
(5) Jadwal kegiatan penelitian secara rinci, mulai dari penyusunan dan pengajuan proposal, kajian teori, penyusunan instrumen, pengumpulaan data, pengolahan data, serta penyusunan laporan penelitian
Hasil Penelitian
Bagian ini mengemukakan secara singkat hasil serta manfaat yang diharapkan dari penelitian serta menunjukkan pentingnya dilakukan penelitian yang diusulkan.
Diskusi dan Implikasi.
Bagian ini menguraikan lebih lanjut tentang hasil yang diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan penjelasan tentang keunikan penelitian serta perbedaannya dengan penelitian-penelitian sejenis sebelumnya serta implikasinya dalam pendidikan pada umumnya serta dalam teknologi pembelajaran pada khususnya.
Berapa panjang Proposal Penelitian dituliskan?
Seperti dikemukakan sebelumnya, tujuan penulisan proposal ialah sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan persetujuan atas pelaksanaan penelitian yang diusulkan. Dilihat dari kepentingan ini maka suatu proposal itu hendaknya dapat meyakinkan pihak yang berwewenang memberikan persetujuan, yang berarti isi proposal hendaknya logis, meyakinkan  perlu serta berguna dilaksanakan dalam pengembangan teori dan atau praktik di bidang teknologi pembelajaran.
AECT memberi batasan panjang Proposal Penelitian berkisar 1000 kata atau berkisar empat halaman dengan pemikiran bahwa tersedia kesempatan untuk mempresentasikan Proposal Penelitian itu dalam pertemuan tatap muka. Dalam hubungannya dengan proposal penelitian untuk penulisan skripsi, tesis, atau disertasi, ada kesempatan untuk mempresentasikannya dalam Seminar Proposal Penelitian atau setidak-tidaknya ada kesempatan untuk menjelaskannya kepada Ketua Program Studi.
9. Perisapan apa yang diperlukan dalam menyusun Proposal Penelitian untuk penulisan skripsi?
Hal-hal yang perlu dipersiapkan.
Tentukan bidang dan masalah yang hendak diteliti dalam kawasan teknologi pembelajaran.
Kreatif dan inovatif dalam menentukan bidang dan masalah penelitian dengan menghindari bidang, jenis, dan masalah penelitian yang sudah sering/banyak dilakukan
Batasi ruang lingkup masalah penelitian dari aspek jenis masalah, variable, tingkat dan jenjang pendidikan, populasi dan responden, dan tempat penelitian.
Cari teori yang terkait dengan masalah itu.
Review/kaji penelitian-penelitian yang pernah dilaksanakan dalam bidang  dan masalah yang telah dipilih.
Pertimbangkan kemungkinan dan kelayakan penelitian dilihat dari sumber-sumber teori, sumber data, dana, dan waktu.
Diskusikan masalah penelitian itu dengan teman atau dosen/peneliti yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Pegang teguh bahwa Anda aalah pemilik dan penanggung jawab pelaksanaan dan hasil penelitian. Pemikiran orang lain adalah sebagai masukan untuk memantapkan Anda mengambil keputusan dalam menyusun Proposal Penelitian serta melaksanakannya kemudian hari.
Contoh Proposal Penelitian

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................
1

1.1. Latar Belakang Penelitian....................................................
1

1.2. Identifikasi Masalah.............................................................
5

1.3. Batasan Masalah...................................................................
6

1.4. Rumusan Masalah................................................................
7

1.5. Tujuan Penelitian..................................................................
7

1.6. Kegunaan Penelitian.............................................................
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS........................................................................
9

2.1. Kajian Pustaka.....................................................................
9

2.2. Kerangka Pemikiran.............................................................
31

2.3. Hipotesis...............................................................................
37
BAB III
METODE PENELITIAN............................................................
39

3.1. Model dan Disain Penelitian...............................................
39

3.2. Operasionalisasi Variabel....................................................
41

3.3. Sumber dan Jenis Data.........................................................
42

3.4. Teknik Pengumpulan Data………………………………...
43

3.5. Rancangan Analisis dan Uji Hipótesis…………………….
44

3.6. Metode Analisis Data...........................................................
50
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan adalah unit Audit Internal Departemen Keuangan, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, dengan tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Keuangan. Tugas pengawasan sebagaimana dimaksud Perpres 10/2005, dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor l00/PMK.0l/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, yang di dalamnya mengatur mengenai organisasi, tugas, dan fungsi unit-unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan termasuk Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
Dalam menjalankan tugas pengawasan, Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Departemen Keuangan. Audit Internal ini wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen entitas dan pimpinan Departemen untuk pengambilan keputusan. Guna mencapai hal tersebut, Inspektorat Jenderal dituntut untuk memberdayakan Auditornya agar memberi kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kinerjanya dan secara berkesinambungan melakukan kajian yang mendalam mengenai pelaksanaan audit yang memadai dengan pertimbangan esensi pengertian audit itu sendiri.
Standar profesional akuntan Publik (2004:322.1) mengharapkan tanggungjawab Auditor Internal sebagai berikut:
“Auditor Internal bertanggungjawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawab tersebut, Auditor Internal mempertahankan objectivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya. Tidak jarang seorang Auditor Internal menasehati seorang manajer tentang hal-hal yang menyangkut operasional dalam rangka untuk memperbaiki kinerjanya.”
Audit yang dilaksanakan Inspektorat Jenderal merupakan suatu kegiatan penilaian yang independen yang dibentuk di dalam organisasi pemerintah, yang dilaksanakan oleh para Auditor Internal, yang secara generik disebut di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Audit merupakan proses pengamanan atas pelaksanaan semua kegiatan yang dilakukan oleh Auditor Internal, untuk kemudian menilai apakah kegiatan telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan, serta ketentuan yang ada telah ditaati dan dilaksanakan secara baik, sehingga tujuan pemerintah dapat tercapai secara efektif.
Auditor Internal harus melaksanakan tugasnya dengan bebas jika bagian ini diberikan kedudukan/status dalam organisasi perusahaan dan tidak dibebankan pekerjaan yang menjadi objek auditnya, dengan demikian objektifitas dapat terjamin (cambers & Gerald, 1995:332).
Para Auditor Internal dianggap mandiri apabila mereka dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Hal mana sangat penting adalah kemandirian para Auditor Internal dalam memberikan penilaian-penilaian yang tidak memihak dan berprasangka dan tidak terlibat dengan pekerjaan auditannya. Oleh karenanya unit Audit Internal ini harus memberikan keleluasaan kepada Auditornya untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggungjawab audit yang diembankan kepadanya. Hal ini dapat dicapai melalui status organisasi Audit Internal dan kemandirian Auditor Internal itu sendiri.
Seperti hasil Penelitian Sekaran Mayangsari (Simposium Nasional Akutansi VI:2003) menunjukkan bahwa lamanya hubungan manajer dengan Auditor dapat mengganggu independensi serta keakuratan Auditor dalam menjalankan tugas audit.
Audit Internal yang efektif harus memiliki karakteristik independen dan didukung oleh sumberdaya yang memadai dan kompeten. Hal ini dikarenakan tuntutan terhadap peran Auditor Internal yang semakin meluas dengan perubahan paradigma Auditor Internal (Hiro:2004), sebagai berikut:
Tabel 1.1
Paradigma Auditor Internal
Konsep Kunci Pengertian Audit Internal (1947)
Konsep Kunci Pengertian Audit Internal (1999)
1. Fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi.
1. Suatu aktivitas independen yang objektif.
2. Fungsi penilaian.
2. Aktivitas pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi.
3. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi.
3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi.
4. Membantu agar anggota organisasi dapat menjalankan tanggung- jawabnya secara efektif.
4. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuan.
5. Memberikan hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konselling dan informasi yang berkaian dengan aktivitas yang dikaji dan menciptakan pengendalian efektif dengan biaya yang wajar.
5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen resiko, pengendalian dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi.
Menyadari pentingnya kompetensi Auditor Internal, banyak organisasi berupaya merekrut, menempatkan dan mengembangkan pegawainya secara hati-hati dan terprogram. Tetapi tampaknya masih banyak organisasi baru dalam hal merekrut dan menempatkan pegawainya pada unit atau bagian Auditor Internal kurang memperhatikan aspek pendidikan formal ataupun pendidikan teknis disiplin ilmu yang relevan dengan bidang audit.
Ashton (1991) mengatakan bahwa pengalaman dan pengetahuan memainkan peranan penting dalam menentukan suatu keahlian, dan menurut Bernadi (1994) bahwa integritas dan keahlian merupakan faktor yang mendukung kemampuan Auditor untuk mendeteksi kecurangan.
Dengan demikian secara tentatif terhadap keterkaitan antara independensi dan kompetensi Auditor Internal akan mempengaruhi terciptanya pelaksanaan audit yang berkualitas. Namun demikian, belakangan ini banyak pihak, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, mempertanyakan Independensi dan kompetensi Auditor Internal Departemen sehubungan dengan tidak munculnya kepermukaan temuan-temuan audit yang menonjol, terutama temuan yang terkait dengan tindak pidana korupsi, sehingga timbul wacana membubarkan Inspektorat Jenderal dan meleburkannya menjadi satu dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Berdasarkan issue di atas, penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Independensi dan Kompetensi Auditor Internal terhadap Kualitas Pelaksanaan Audit”, dan survei dilakukan pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kualitas pelaksanaan audit sebagai berikut:
a. Masalah Independensi:
1) Hubungan keorganisasian serta lingkungan organisasi mempengaruhi independensi Auditor saat melakukan audit;
2) Hubungan antar personal menjadikan Auditor Internal kurang objektif dalam mengungkapkan hasil audit.
b. Masalah Kompetensi:
1) Pegawai yang diangkat untuk melaksanakan audit tidak memiliki kompetensi di bidang audit;
2) Pendidikan keahlian yang berkesinambungan untuk meningkatkan Profesionalitas Auditor Internal tidak direncanakan secara baik;
3) Auditor kurang berpengalaman dalam mengaudit dikarenakan adanya tebang pilih dalam penugasan audit.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian akan dilakukan terhadap masing-masing faktor guna mendapatkan penjelasan dan pemahaman mengenai hubungan tiap-tiap faktor tersebut dengan kualitas pelaksanaan audit. Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagaimana yang telah diidentifikasikan di atas. Fokus penelitian ini untuk meneliti pengaruh independensi dan kompetensi Auditor Internal terhadap kualitas pelaksanaan audit dan survey dilakukan pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah independensi Auditor Internal berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit?
2. Apakah kompetensi Auditor Internal berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit?
3. Apakah independensi dan kompetensi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk membuktikan pengaruh positif independensi dan kompetensi Auditor Internal secara parsial berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
2. Untuk membuktikan pengaruh independensi dan kompetensi Auditor Internal secara simultan berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan.
1.6. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Kegunaan praktis
1) Bagi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para Auditor, sehingga Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dapat melakukan pelatihan pendidikan secara berkelanjutan guna meningkatkan kompetensi Auditor serta meninjau kebijakan-kebijakan agar lebih mempertahankan independensi Auditor.
2) Bagi pemerintah, khususnya diharapkan dapat memberikan gambaran tentang independensi dan kompetensi Auditor Internal serta menjelaskan pengaruhnya terhadap kualitas pelaksanaan audit.
b. Kegunaan Teoritis
1) Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh independensi dan kompetensi Auditor Internal terhadap kualitas pelaksanaan audit.
2) Sebagai bahan kajian lebih lanjut mengenai penelitian dan pengembangan ilmu akutansi, khususnya bidang auditing, dalam kaitannya dengan independensi dan kompetensi Auditor Internal terhadap kualitas pelaksanaan audit.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian Auditing
Arens & Loebbecke (2000;2), menyatakan bahwa:
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.
Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
Untuk melaksanakan audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standard (criteria) yang digunakan sebagai pegangan dalam pengevaluasian informasi tersebut. Informasi harus dapat diukur agar dapat diverifikasi. Informasi memiliki berbagai bentuk, sedangkan kriteria untuk mengevaluasi informasi kuantitatif cukup beragam dan audit perlu dilakukan oleh orang yang kompeten.
Seorang auditor internal harus memiliki kemampuan pemahaman akan kriteria yang digunakan, serta mampu menentukan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung kesimpulan yang diambilnya. Auditor harus mempunyai sikap mental yang independen (independent mental attitude). Sekalipun ia ahli, apabila tidak mempunyai sikap independen dalam mengumpulkan informasi akan menjadi tidak berguna, sebab informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan menjadi bias.
Penyusunan laporan audit merupakan alat untuk menyampaikan informasi kepada para pemakai laporan tersebut. Pada hakekatnya laporan tersebut harus mampu memberikan informasi mengenai kesesuaian informasi-informasi yang diperiksa dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Arens & Loebbecke (2004:4), ada 3 (tiga) jenis laporan keuangan, yaitu:
1. Financial Statement Audit.
2. Operational Audit.
3. Compliance Audit.
Uraian di atas adalah:
1. Audit Laporan Keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Audit Operasional bertujuan untuk menilai efisiensi dan efektifitas kegiatan organisasi.
3. Audit Ketaatan bertujuan untuk mempertimbangkan ketaatan klien dalam mengikuti prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang memiliki otoritas.
2.1.2. Audit Internal
2.1.2.1 Pengertian Audit Internal
Audit internal merupakan bagian dari suatu organisasi yang integral, yang menjalankan fungsinya berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dan memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan kontribusi kepada pihak manajemen organisasi dan pemeriksa ekstern.
Menurut Internal Standards for The Professional Practice of Internal Auditing (2004:29), bahwa:
“Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance processes.
Konsep definisi baru tersebut menekankan bahwa audit internal adalah kegiatan assurance and consultingyang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberi nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi perusahaan. Audit internal membantu perusahaan mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur dengan mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian dan pengaturan.
Oleh karenanya audit internal disamping memberikan layanan utama dalam bidang audit, seringkali memberikan layanan tambahan yang berkaitan dengan audit, antara lain mendidik para manager dalam pengelolaan dan pengendalian kinerja, mengelola hubungan dengan para auditor. Pemahaman yang lebih baik akan audit internal, adalah dengan mengerti bahwa audit internal merupakan suatu pengendalian perusahaan yang berfungsi mengukur dan mengevaluasi efektivitas pengendalian lain yang ada dalam perusahaan. Pengendalian lain yang dimaksud disini adalah pengendalian manajemen yang dilakukan manajemen perusahaan untuk menjamin bahwa tujuan perusahaan tercapai.
Berikut ini dikemukakan pendapat beberapa pakar mengenai pengertian audit internal, sebagai berikut:
Pickert dan Spencer (2000:10) yang menyatakan bahwa :
“Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization as a service to the organization. The objective of internal auditing is to assets members of organization and on the board, in the effective discharge of their responsibilities. To this end it furnishes them with analysis, appraisals, recommendations, counsel, and information concerning the activate reviewed”.
Audit internal menurut Sacramento Valley Farm Credit, ACA (2004:3), menyatakan bahwa:
“Internal Audit is a management control, which operates by evaluating the measures implemented to achieve the following objectives :
1. Activities are conducted in a controlled and efficient manner and achieve result consistent with planned objectives and goals;
2. Information used for measuring performance and managing risks, as well as for preparing financial statement is reliable and has integrity;
3. Procedures designed to ensure compliance with legal, regulatory and professional requirements, management instructions and implied intention are properly applied;
4. Decision made, by those authorized, are based on adequate and sound information;
5. Transaction, income, expenditures, liabilities and assets are completely recorded;
6. Assets are safeguarded; and
7. Operational activities and the use of resources maximize safety, economy, efficiency and effectiveness.
Hampir semua definisi mengenai auditor internal memiliki satu kesamaan, yaitu auditor internal sebagai pelayanan independen yang membantu pencapaian tujuan perusahaan dengan cara mengevaluasi pengendalian manajemen dan mereviu informasi, yang bekerja secara bebas tanpa diinterfensi pihak-pihak yang berkepentingan, memperoleh jaminan/kepastian wewenang dan tanggung jawab melalui formalisasi kebijakan dan prosedur audit, serta memiliki akses yang memadai terhadap fasilitas, catatan dan personil, agar auditor dapat memberikan penilaian yang tidak bias dan menyampaikan rekomendasi yang memiliki nilai tambah bagi perusahaan. Selain itu, auditor internal juga dapat memberikan secara langsung dukungan kepada manager selama pekerjaan audit dilaksanakan, serta pada saat penyelesaian laporan dan ditindaklanjutinya hasil audit.
2.1.2.2. Fungsi Audit Internal
Fungsi audit internal adalah memberikan jasa assurance and consulting secara objective and independent, yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi perusahaan (Internal Standards for The Professional Practice of Internal Auditing, 2004:29). Fungsi audit juga lebih metekankan pada operasi dan proses kegiatan dari pada administrasi dan pegawai perusahaan.
Fungsi audit internal menurut Sawyer (2003:297), adalah:
“a functional audit is one that follows a process from beginning to end, crossing organizational lines. Functional audits tend to concentrate more on operations and processes than on administration and people. They seek to determine how well all the organizations concerned with a function will interface and cooperate”.
Sacramento Valley Farm, ACA (2004:4) mendefinisikan pula fungsi audit internal sebagai berikut:
“The Internal Audit Function is an independent and objective audit and review function designed to seek out challenges facing entity by providing Internal Audit Service (risk assessment, direct audits, self assessment, investigations, internal control consultation, etc)”.
Dalam hubungannya dengan Fraud Administrative Affairs Internal Audit dalam Internal Audit Function (2005:7), disebutkan bahwa:
“Deterrence of fraud is the responsibility of management. The Internal Audit Function is responsible for examining and evaluating the adequacy and the effectiveness of action taken by management to fulfill this obligation”.
Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang bertanggung jawab mencegah fraud adalah manajemen. Fungsi Audit Internal hanya bertanggung jawab terhadap pengujian dan evalusi dan efektifitas tindakan yang diambil oleh manajemen dalam memenuhi tanggungjawabnya.
Audit internal melaporkan kepada pimpinan yang memberikannya kewenangan dan secara administratif melapor kepada pimpinan manajemen dan direktur utama. Pada prinsipnya pimpinan audit internal memiliki kewajiban pelaporan yaitu (a) pelaporan fungsional (functional reporting) dan (b) pelaporan administratif (administrative reporting). Berikut penjelasannya:
a. Pelaporan Fungsional (Functional Reporting) adalah kewajiban pelaporan kepada siapa audit internal mendapatkan kewenangannya. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal berpendapat bahwa pimpinan fungsi audit internal secara fungsional agar melapor kepada Pimpinan Organisasi, Dewan Direksi, Komite Audit, dan otoritas lainnya yang merupakan sumber yang berkaitan dengan pemberian wewenang.
b. Pelaporan Administratif (Administrative Reporting) adalah hubungan pelaporan kepada siapa fungsi audit internal mendapatkan dukungan administrative untuk menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Masalah pelaporan sangat berpengaruh terhadap independensi serta efektifitas operasi fungsi auditor internal. Oleh karenanya, auditor internal perlu merevieu secara serius system pelaporan tersebut.
Board of Governors of the Federal Reserve System (2003:1), menyatakan bahwa:
“Effective internal control is a foundation for the save and sound operation of a financial institution. The board of director and senior management of an institution are responsible for ensuring that the system of internal control operates effectively. Their responsibility cannot be delegated to others within the institution or to outside parties. An important element in assessing the effectiveness of the internal control system is an internal audit function”.
Berdasarkan uraian di atas, tanggung jawab auditor internal dalam perusahaan harus dinyatakan secara tegas melalui kebijakan manajemen. Fungsi audit lebih ditekankan terhadap kegiatan operasional dan menilai kebijaksanaan, rencana-rencana, prosedur-prosedur dan catatan-catatan. Dengan tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepada auditor internal, maka auditor internal dapat melakukan tugas serta fungsinya dalam rangka untuk menilai dan menelaah atau mempelajari semua kegiatan audit.
Disamping itu peranan auditor internal sangat penting dalam perusahaan, karena melalui audit ini pimpinan mendapat informasi tentang hal-hal yang perlu dicegah maupun diperbaiki. Namun fungsi yang sangat menonjol dari audit internal adalah sebagai alat bantu di dalam menunjang pelaksanaan fungsi pengendalian bagi manajemen.
2.1.2.3. Independensi Auditor Internal
Independensi adalah sesuatu yang sangat mendasar bagi efektifitas audit internal. Saat seseorang memulai karirnya sebagai auditor, biasanya independensi didefinisikan sebagai kebebasan yang melekat pada dirinya, lingkup yang tak terbatas, kewenangan untuk memeriksa apapun dan kapanpun, kebebasan untuk menyatakan sesuatu seperti apa adanya sesuai dengan data yang diperolehnya dengan dukungan penuh dari atasan. Namun pada kenyataannya, terlebih sebagai auditor internal, sesungguhnya ia harus menghadapi suasana yang kurang kondusif dan berbagai macam hambatan dalam pelaksaaan kegiatan auditnya. Independensi yang dimiliki auditor internal berbeda dengan auditor ekternal, yang dalam beberapa literatur bahkan disebut sebagai auditor yang independen.
Menurut The Institute of Internal Auditors, yang dikutif oleh Moeller (2004:169), adalah sebagai berikut:
“Independence is the freedom from significant conflicts of interest that threaten objectivity such threats to objectivity must be managed at the individual auditor level, the engagement level, and organizational level”.
Sedangkan menurut Arens & Loebbecke (2000:83) mengenai independensi adalah sebagai berikut:
“Independence in auditing means taking an unbiased viewpoint in performing audits tests, evaluating the results the audit report. Independence is regarded as the auditors most critical characteristic”.
Independensi merupakan masalah perilaku pengambilan keputusan yang selalu dihadapi oleh auditor. Problem independensi sering muncul bila terjadi konflik antara pihak auditor dengan manajemen. Pengambilan keputusan pun menjadi bias apabila independensi tidak ditegakkan. Konsep independensi merupakan konsep yang integral dengan kode etik dan standard praktek profesi (Mautz & Sharaf: 1993).
Seperti menurut The Institute of Internal Auditors yang dikutip oleh Chambers dan Gerald (1995:332) adalah sebagai berikut:
“Internal Auditor are independence when they can carry out their work freely and objectively. Independencepermits internal auditor to render the impartial and unbiased judgment essential to the proper conduct of audit it is achieved though organizational status objectivity”.
Audit Internal harus independen dari aktivitas pihak yang diperiksa, sehingga akan menjamin adanya independensi dalam melaksanakan fungsinya. Independen berarti bebas dari semua ketergantungan termasuk di dalam bidang keuangan. Bilamana bagian audit internal masih merupakan bagian dari badan usaha tersebut, maka ia harus melepaskan sebagian dari independensinya. Audit dilaksanakan secara independen dalam segala situasi yang dihadapinya, agar tidak melakukan kompromi mengenai pekerjaan auditnya.
Independen bukan hanya semboyan saja, tetapi merupakan suatu keadaan yang diperlukan agar organisasi audit internal dapat eksis dan berfungsi dengan benar. Oleh karena itu dibutuhkan integritas, objektivitas yang tinggi, serta suatu pribadi yang tidak mudah dipengaruhi. Hal tersebut di atas tidak akan tercapai tanpa adanya independensi. Oleh karena itu penting sekali adanya ketentuan yang mengatur berbagai hal mengenai objektivitas dan usaha untuk menghindarkan auditor dari ketergantungan pada orang-orang yang aktivitasnya diaudit.
Standard for the Professional Practice of Internal Auditing tahun 2000 yang dikutip oleh Sawyer (2003:1149), mengatakan bahwa:
“Independence, internal auditors should be independent of the activities they audit, Organizational status, internal auditing department should be sufficient to permit the accomplishment of its audit responsibilities. Objectivity, internal auditor should be objective in performing audits”.
Independensi auditor intern memiliki dua aspek yaitu pemisahan organisasional dari aktivitas yang diperiksa serta status dan kewenangan yang memadai dalam organisasi secara keseluruhan. Pemisahan organisasi akan melindungi auditor intern dari rasa keberpihakan, ketakutan, loyalitas serta berbagai ambisi yang dapat berpengaruh terhadap aktivitas yang diperiksa. Disamping itu, pemberian status organisasi yang memadai akan memberi kekuatan dan modal bagi audit internal sehingga ia dapat melaksanakan dan menjalankan pekerjaannya secara efektif.
1. Status Organisasi
Kedudukan organisasi dari bagian auditor internal yang diberikan, merupakan salah satu dukungan terhadap kemandirian. Pimpinan Organisasi atau dewan direksi merupakan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang dapat menentukan status bagian auditor internal dalam struktur organisasi.
Struktur organisasi yang baik untuk bagian auditor internal adalah struktur yang menempatkan bagian tersebut berada langsung di bawah dan tanggung jawab pimpinan yang bertanggung jawab terhadap seluruh personal organisasi yang memiliki kewewenangan untuk mewujudkannya. Audit internal harus ditempatkan pada suatu kedudukan organisasi yang tepat dan dapat bertindak secara efektif, agar dapat bersikap independen. The Institute ofInternal Auditor yang dikutip oleh Chambers (1995:332), mengatakan bahwa:
“Internal auditor are independent when they can carry out their work freely and objectivity. Independence per mints internal auditor to render the impartial and unbiased judgments essential to the proper conduct of audits it is achieved organizational status objectivity”.
Sedangkan menurut Tuanakotta (1982:5), bahwa:
“Keberhasilan dalam melaksanakan tugas pemeriksaan intern banyak tergantung dari kedudukan pemeriksaan intern dalam bagan organisasi, tanggapan pimpinan perusahaan terhadap hasil-hasil temuan pemeriksa intern dan pengertian dari bagian-bagian yang diperiksa mengenai tugas pemeriksaan intern disamping tentunya keahlian dan pengalaman auditor internal itu sendiri”.
Status organisasi audit internal harus memberi keleluasaan dan kemandirian untuk memenuhi atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan, meliputi:
1. Pimpinan audit internal harus bertanggungjawab terhadap individu di dalam organisasi serta mempunyai kewenangan yang cukup untuk mewujudkan kemandirian tersebut dan menjamin luas cakupan pemeriksaan, perhatian yang memadai terhadap laporan pemeriksaan dan tindakan yang tepat berdasarkan rekomendasi pemeriksaan.
2. Pimpinan audit internal harus memiliki hubungan langsung dengan pimpinan organisasi. Koordinasi yang teratur dengan pimpinan organisasi akan membantu terjaminnya kemandirian dan merupakan sarana semua pihak untuk saling memberikan informasi demi kepentingan organisasi.
3. Pengangkatan atau penggantian pimpinan audit internal dilakukan di atas persetujuan pimpinan organisasi.
4. Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagian audit internal harus didefinisikan dalam dokumen tertulis, yang mencakup:
a. Menyatakan kedudukan bagian audit internal dalam organisasi;
b. Memberikan kewenangan untuk dapat mendapatkan dokumen-dokumen, catatan-catatan, personel dan benda-benda berwujud yang relevan dengan pelaksanaan audit;
c. Mendefinisikan lingkungan kegiatan-kegiatan audit internal.
5. Pimpinan audit internal setiap tahun harus mengajukan persetujuan mengenai jadual kegiatan pemeriksaan, susunan auditor, dan anggaran yang kemudian diinformasikan kepada pimpinan organisasi.
6. Pimpinan audit internal harus memberikan laporan tentang berbagai kegiatan kepada manajemen senior dan pimpinan organisasi, atau dalam periode yang lebih singkat jika dirasa perlu.
Menurut Courtemanche (1986:38), mengemukakan bahwa:
“Audit independence relates to objectivity mainly with respect to emotional bias. Organizational separation and organizational status can and do free most internal auditors from the aside which make it difficult for him to see his own activity in a completely objective manner”.
Pemisahan peran dan status organisasi dapat membebaskan auditor internal dari suatu kecenderungan emosional terhadap pihak yang diperiksa. Auditor internal dapat dikatakan independen jika ia dapat bekerja secara bebas dan objektif.
2. Objektivitas
Objektivitas adalah kemampuan (sikap mental) untuk memberikan pendapat yang bebas dari pengaruh subjektif dari pihak-pihak yang berkepentingan. Objektivitas dapat terbentuk bila auditor internal tidak terlibat dalam penyusunan dan penerapan prosedur, pembuatan catatan-catatan atau keterlibatan penugasan pada kegiatan lain yang menjadi sasaran auditnya.
Menurut Comunale et al (2004:10), bahwa:
“Objectivity refers to the extent to which persona is impartial in the formation of his or her perception of the true state of affairs. That is an objective person perceives the situation without introduction personal opinion and bias”.
Sedangkan Colbert (1993:12), mengatakan bahwa:
“Objectivity is the quality of being unbiased or neutral and relates to the ability of the internal audit staff to resist organizational pressures to alter professional judgments. When assessing the objectivity of the internal auditors, the external auditors will consider factors relating to the organizational status of the internal audit function and the objectivity of the individual personnel”.
Auditor internal harus memiliki sikap mental objektif dan independen ketika melaksanakan kegiatan audit. Standard for the Personal Practice of Internal Auditing tahum 2000 yang dikutip oleh Sawyer, buku Internal Auditing (2003:1156), mengatakan bahwa:
“Internal auditors should be independent of the activities they audit, the organizational status of the internal auditing department should be sufficient to permit the accomplishment of its audit responsibilities, internal auditors should be objective in performing audits”.
Sedangkan menurut Alvin, Randal dan Mark dalam bukunya Auditing and Assurance Service (2006:771), mengatakan bahwa:
“Internal auditors exhibit the highest level of professional objective in gathering evaluating and communicating information about the activity or process being examined. Internal auditors make a balanced assessment of all the relevant circumstances and are not unduly influenced by their own interest or by others in forming judgment”.
Dan menurut Hiro (2006:16), bahwa:
“Objektivitas adalah sikap mental yang bebas yang harus dimiliki oleh pemeriksa internal”.
Independensi dan objektivitas seringkali digunakan secara bersama-sama dan banyak audit internal hampir tidak dapat membedakannya. Objektivitas akan dan apabila auditor intern memiliki sikap mental yang bebas (Courtemanche: 1986:37).
Dari data empiris tersebut nampak bahwa independensi audit internal yang menyangkut status organisasi dan objektivitas dengan bidang pekerjaannya, mempengaruhi kualitas pelaksanaan audit internal.
2.1.2.4. Kompetensi Audit Internal
Fungsi Audit Internal merupakan evaluasi yang komprehensif atas berbagai aktivitas yang ada dalam perusahaan dan tidak terbatas hanya kepada masalah keuangan saja, melainkan juga meliputi seluruh aspek dan aktivitas yang ada di dalam perusahaan. Dengan dasar ini, maka auditor internal dituntut untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya secara berkelanjutan, apalagi dengan semakin meningkatnya peran auditor internal yang bukan hanya sekedar sebagai watchdog tetapi sudah bergeser perannya menjadi sebagai consultant.
Menurut The Institute of Internal Auditors yang dikutip oleh Spencer (2000:20), mengatakan bahwa:
“Cognitive skills and behavioral skill were seen as essential to the performance of audit work. Under cognitive skill are found things like numeracy, it literacy, precision, problem solving and so on. Behavioral issues included morality, inquisitiveness, balance, flexibility and so on, so the new look auditor is able to follow a defined route and solve problems using analysis and judgment”.
Sedangkan menurut Standard Profesional Akuntan Publik (SA 230.PSA 04.2001), bahwa kompetensi adalah:
“Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut”.
Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka auditor internal harus terdiri dari tenaga-tenaga yang cakap, mempunyai pengetahuan, dan kemampuan teknis.
Kompetensi setiap auditor internal merupakan tanggung jawab dari bagian audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan harus menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
Institute of internal auditors ethical principles and code of ethics yang dikutip oleh Alvin, Randal and Marks.S (2006:771), mengatakan bahwa:
“Competency internal auditor apply the knowledge, skills, and experience needed in the performance of internal auditing service”.
Sedangkan menurut Hiro (2006:18), bahwa:
“Kompetensi adalah kemampuan profesional merupakan tanggung jawab dari bagian audit internal dan masing-masing pemeriksa internal”.
Jika pekerjaan auditor internal didasarkan pada kepercayaan pihak lain maka kompetensi auditor internal harus dinilai. Bukti mengenai kualitas kompetensi dapat diperoleh melalui penilaian dari manajemen, dan hasil revieu dari Quality assurance, sedangkan untuk mengevaluasi kompetensi auditor internal didasarkan pada pengalaman profesional dan pendidikan staf auditor internal.
Kompetensi menurut The Institute of Internal Auditor’s dalam bukunya The Professional Practices Framework (2004:39), menyatakan:
“Internal auditor apply the knowledge, skills, and experience needed in the performance of internal auditing services”.
Sedangkan Birkett Cs (1997:111), menyatakan bahwa:
”the competency of internal auditors and its assessment, and the qualification required of internal auditors. Professional education and training are available in most countries through association of internal auditors, public accounting firms,…,and conference organizer”.
Kompetensi merupakan suatu keahlian yang memadai dengan mempergunakan jabatannya dengan seksama. Auditor internal harus mempunyai sifat-sifat yang ahli dalam audit secara teknis, disiplin dan berpengalaman. Pandangan mengenai kompetensi bagi auditor internal berkenaan dengan masalah pengetahuan yang bersumber dari pendidikan formal dalam disiplin ilmu yang relevan, kemampuan atau keahlian serta pengalaman dalam bidang tugasnya.
A. Pengetahuan
Auditor internal harus memiliki pengetahuan terhadap bidang tugasnya, pengetahuan yang terkait dengan lingkup auditnya, serta pengetahuan teknis tentang audit. Selain itu, latar belakang pendidikan auditor sangat menentukan keahlian dan kompetensi seorang auditor. Menurut SPAI (2004:16), audit internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan.
B. Keahlian
Kemahiran profesional diperoleh melalui pendidikan yang berkelanjutan sesuai dengan bidang tugasnya untuk memenuhi kebutuhan pengembangan profesinya serta meningkatkan keahliannya. Auditor internal didorong untuk meningkatkan keahliannya dengan mengikuti program pendidikan bersertifikasi profesi. Sertifikasi profesi tsb. akan meningkatkan keahlian dan kompetensi seorang auditor. Menurut Standard Profesional Akuntan Publik (SA 230.PSA 04.2001), penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut.
C. Pengalaman
Pengalaman merupakan cara pembelajaran yang baik bagi auditor internal untuk menjadikan auditor kaya akan teknik audit. Semakin tinggi pengalaman auditor, maka semakin mampu dan mahir auditor mengusai tugasnya sendiri maupun aktivitas yang diauditnya. Pengalaman juga membentuk auditor mampu menghadapi dan menyelesaikan hambatan maupun persoalan dalam pelaksanaan tugasnya, serta mampu mengendalikan kecenderungan emosional terhadap pihak yang diperiksa. Selain pengetahuan dan keahlian, pengalaman auditor memberi kontribusi yang relevan dalam meningkatkan kompetensi auditor..
2.1.2.5. Kualitas Pelaksanaan Audit
Tahap awal pelaksanaan audit internal adalah penyusunan program audit. Menurut Harahap (1991:167) mengemukakan tentang program audit sebagai berikut:
“Program pemeriksaan adalah rencana yang disusun sebelum pemeriksaan dilakukan di lapangan. Program inilah yang nantinya menjadi pemandu pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaan. Program pemeriksaan biasanya disusun untuk menggambarkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam laporan keuangan”.
Sedangkan Arens & Loebbecke (2000:347), mengemukakan tentang program audit sebagai berikut:
“The audit program for most audits is designed in three parts: test of control and substantive thesis of transaction, analytical procedure, and tests of detail of balances. There will likely be a separate set of sub audit programs for each transaction cycle. An example in the sales and collection cycle might be tests of controls and substantive tests of transactions audit programs for sales and cash receipts, an analytical procedures audit program for entire cycle; and tests of detail of balance audit program for cash, account receivable, bad debt expense, allowance for uncollectible accounts, and miscellaneous accounts receivable”.
Standard pelaksanaan audit menguraikan tiap kegiatan yang sangat diperlukan pada pemeriksaan, yaitu merencanakan pemeriksaan, menguji dan menilai bahan pembuktian dan mengkomunikasikan hasilnya.
Auditor internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau atau direviu oleh atasan auditor. Hal tersebut sesuai dengan Standard for the Profesional of Internal Auditing (Ratliff, et, al, 1988:63) sebagai berikut:
400 Performance or audit work-audit should include planning the audit examining and evaluating information, communicating results and following up.
410 Planning the audit internal auditors should plan each audit.
420 Examining and evaluating information-internal auditors should collect. Analyze, interpret and document information to support audit results.
430 Communicating result-internal auditing should report the result of their audit work.
440 Following up-internal auditors should follow up to ascertain that appropriate action is taken on reported audit findings.
Dilihat dari standard for the Profesional of Internal Auditing di atas maka pelaksanaan atau fase-fase auditor internal dalam audit internal, meliputi:
1. Perencanaan Audit
Auditor internal harus merencanakan setiap pemeriksaan, dalam hal ini perencanaan tersebut harus didokumentasikan yang meliputi :
(1) Penetapan tujuan, sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan.
(2) Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan yang akan diaudit.
(3) Penentuan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan.
(4) Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
(5) Melaksanakan survei secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan, untuk mengidentifikasikan area yang ditekankan dalam pemeriksaan, serta untuk memperoleh berbagai alasan dan saran-saran dari pihak yang akan diperiksa (audited comments and suggestions).
(6) Pembuatan program pemeriksaan.
(7) Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan akan disampaikan.
(8) Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan.
2. Pengujian dan Pengevaluasian Informasi
Audit internal harus mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasikan dan membuktikan kebenaran informasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Mengumpulkan berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan, sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan.
(2) Informasi harus mencukupi, dapat dipercaya, relevan dan berguna sebagai dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi.
(3) Prosedur pemeriksaan, termasuk teknik pengujian dan penarikan sampel yang dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila memungkinkan dan diperluas/diubah bila keadaan menghendaki demikian.
(4) Proses pengumpulan, analisis, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap objektif pemeriksa terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dipercaya.
(5) Menyiapkan kertas kerja pemeriksaan (audit working paper). Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh auditor untuk direviu oleh manajer auditor internal. Kertas kerja pemeriksaan harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan telah dianalisis serta harus mendukung dasar temuan audit dan rekomendasi yang dilsampaikan.
3. Penyampaian Hasil Audit
Auditor internal harus melaporkan hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukannya atau yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya. Proses penyampaian hasil pemeriksaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Auditor internal harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum mengeluarkan laporan akhir.
(2) Laporan harus objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu.
(3) Laporan harus mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil pelaksanaan pemeriksaan.
(4) Laporan dapat mencantumkan berbagai rekomendasi bagi berbagai perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan yang dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif.
(5) Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi.
(6) Pengujian auditor internal dan staf yang ditunjuk harus mereviu dan menyetujui laporan pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut akan disampaikan.
(7) Menerbitkan laporan hasil pemeriksaan.
4. Tindak Lanjut Hasil Audit
Auditor internal harus terus menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa rekomendasi terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah diambil tindakan yang tepat. Auditor internal juga harus memastikan apakah suatu tindakan korektif yang diusulkan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Apabila tidak ada follow up atas temuan pemeriksaan maka berarti manajemen telah menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas temuan yang dilaporkan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
Penulis dan Tahun
Judul Penelitian
Hasil
1.
Edge and Farley
(1991)
“External Auditor Evaluation of The Internal Audit Function”.
Penelitian ini di Australia, yang menjadi subjek adalahorganizational status, scope of function, technical competence, due professional care and previous audit work.
2.
Richard A Bernadi
(1994)
Fraud Detection ; The Effect of Client Integrity & Competence and Auditor Cognitive Style.
Auditor viewed the evaluation of client integrity and competence as one of the most difficult steps in audit process.
3.
Dedy Supardi
(1997)
Pengaruh Independensi dan Keahlian Profesional Auditor Internal terhadap Pelaksanaan Audit Internal.
Menunjukkan besarnya pengaruh dukungan pimpinan puncak terhadap independensi dan keahlian profesional auditor internal terhadap pelaksanaan audit internal.







Lanjutan
No.
Penulis dan Tahun
Judul Penelitian
Hasil
4.
Hiro Tugiman
(2000)
Pengaruh Peran Auditor Internal serta Faktor-faktor Pendukungnya terhadap Peningkatan Pengendalian Internal dan Kinerja Perusahaan.
Masih banyak auditor internal belum mengetahui secara mendalam tentang audit internal. Jasa auditor internal yang berkualitas berkorelasi secara nyata terhadap pengendalian intern.
Mengutip definisi di atas bahwa “Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen…” (Arens dan Loebbecke, 2000:4). Definisi tersebut merupakan grand theory untuk bidang auditing secara umum. Penekanan makna kompetensi dan independensi dalam grand theory tersebut menyiratkan pemahaman bahwa profesi auditor adalah profesi yang rumit, jika dibandingkan dengan beberapa profesi lainnya. Kompetensi dan Independensi merupakan dua hal yang berkaitan dalam profesi ini.
Begitu juga menurut Standard Praktek Profesi Audit Internal (Sawyer:540), Standard penugasan auditor adalah:
“Auditor telah memiliki tanggung jawab sebelumnya dengan adanya independensi dan kompetensi”.
Seorang auditor, sekalipun ia ahli, apabila tidak mempunyai sikap independen dalam mengumpulkan informasi akan menjadi tidak berguna, sebab informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias (Arens dan Loebbecke, 2000:4). Independen adalah sesuatu yang sangat mendasar bagi efektifitas audit internal.
Standard for the Profesional Practice of Internal Auditing tahun 2000 yang dikutip oleh Sawyer, buku Internal Auditing (2003:1149), menyatakan bahwa:
“Independence, internal auditor should be independent of the activities they audit. Organizational status, internal auditing department should be sufficient to permit the accomplishment of its audit responsibilities. Objectivity, internal auditor should be objective in performing audits”.
Independensi berkaitan dengan objektivitas terutama dengan kecenderungan emosional. Pemisahan organisasi dan status yang memadai bagi auditor internal membebaskan auditor internal dari suatu kecenderungan emosional terhadap pihak yang diaudit.
Dengan independensi maka auditor internal akan bekerja secara objektif, tidak memihak, terhindar dari rasa ketakutan tidak loyalitas, serta mempunyai keleluasaan untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. Segala analisa, penilaian, informasi, konsultasi dan rekomendasi dari auditor internal terlepas dari keberpihakan dan tidak bias sehingga menjadi bahan pertimbangan yang penting bagi dasar pengambilan keputusan. Dengan demikian pihak manajemen, dan pimpinan organisasi mendapat masukan yang benar-benar jujur dan objektif.
Agar mendapat kepercayaan yang lebih banyak, selain independen, auditor internal juga dituntut untuk terus meningkatkan kemampuannya. The department should assign to each audit those persons who collectively prossess the necessary knowledge, skill and disciplines to conduct the audit properly” (Courtemanche, 1986:321). Kemampuan profesional yang dimiliki auditor internal secara individual ataupun secara kolektif harus sesuai dengan bidang audit yang akan dilaksanakannya.
Auditor internal dituntut mampu menerapkan standard pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, dan teknik-teknik pemeriksaan yang baik dan tepat. Penerapannya juga harus dapat mengikuti perkembangan yang terjadi yang berkaitan dengan aktivitas yang diaudit. Auditor internal yang baik harus mampu mengikuti dinamika bidang yang akan diauditnya dengan baik, berkaitan dengan perubahan peraturan perundangan, perubahan keadaan ekonomi, perubahan situasi dan kondisi, yang memungkinkan mempengaruhi proses auditnya.
Auditor internal makin terlihat dengan masalah-masalah manajerial di perusahaan, sehingga dia juga harus pula memahami konsep-konsep manajerial sehingga tidak mengganggu prinsip-prinsip kepemimpinan yang ditegakkan oleh manajemen. Auditor internal harus mampu menjaga keselarasan kerja seluruh pihak auditan. Auditor internal harus menjaga dan terus memperbaiki hubungannya dengan pihak manajemen auditan, sebagaimana prinsip kemitraan sebagai jalan mendapat kepercayaan yang lebih besar dari manajemen sehingga rekomendasi mendapat tanggapan yang positif dari mereka. Auditor internal harus banyak bersosialisasi dengan lingkungan dalam perusahaan, sehingga dapat memahami dengan baik segala fenomena atau permasalahan yang berkaitan dengan bidang yang diperiksanya. Auditor internal harus menghilangkan “kaca mata kuda” yang sering mengganggu hubungannya dengan pihak manajemen auditan.
Pengertian persoalan menurut manajemen mungkin saja berbeda dengan pengertian menurut auditor internal. Auditor internal akan mendapat manfaat seandainya ia memahami perbedaan tersebut (Courtemanche, 1986:97). Auditor internal juga harus memahami posisi dan tekanan yang dihadapi pihak manajemen, dengan demikian auditor internal bisa menetapkan skala prioritas terhadap hal-hal yang menjadi perhatian manajemen. Bila auditor internal telah mempunyai kemampuan yang memadai maka analisa, penilaian, informasi dan rekomendasi yang akan diberikan kepada pihak manajemen akan mempunyai nilai tambah dan bersifat konstruktif bagi pengembangan operasional secara berkesinambungan.
Kedua unsur tersebut, yaitu independensi dan kompetensi auditor internal secara jelas saling berkaitan sesuai dengan definisi auditing secara umum. Namun demikian, ada perbedaan dimensi terhadap keduanya bila ditinjau dari sudut pandang auditor eksternal dan auditor internal.
Auditor internal merupakan bagian dari organisasi dalam suatu entitas bisnis secara keseluruhan, yang mempunyai tugas untuk membantu manajemen dan pimpinan organisasi untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Sehingga jelas bahwa independensi dan kompetensi auditor internal diperlukan oleh unit auditor internal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan audit, maka auditor internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas audit yang harus disetujui dan ditinjau (reviu) oleh atasan auditor.
Menurut Hiro (2006:53), bahwa:
“Kegiatan auditor internal harus meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian hasil dan menindaklanjuti”.
Tujuan dan prosedur audit haruslah ditujukan pada berbagai risiko yang berhubungan dengan kegiatan yang diaudit. Audit internal harus mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasikan dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Selanjutnya auditor internal harus melaporkan hasil auditnya dan auditor internal harus terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjuti (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan audit yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat.
Informasi hasil audit internal dan saran-saran mengenai hal-hal tertentu dapat disampaikan langsung kepada semua tingkatan manajemen untuk digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini penting agar hasil audit dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi pihak manajemen secara keeluruhan.
Apabila pelaksanaan audit dilaksanakan oleh seorang auditor internal yang independen dan kompeten maka akan berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan audit dalam menghasilkan suatu rekomendasi yang baik dan bila rekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh pihak manajemen maka akan menghasilkan suatu kinerja yang baik.
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8ZBkO4HXxmbiSrV-DO0iL5obDEd9sTvRhZEGV0HwSucERYu-sw8ep79BwOrHfS8Lr-8XRwvwJ-Dw2H8I4LN-shqaSUmkQX0MEifC6uex12CnNSP8Kzq-R42WBps85Rwbj52oL-mRwy7cL/s320/proposal.jpg
2.3 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas yang mengacu kepada kerangka pemikiran dan rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Independensi dan Kompetensi Auditor Internal terhadap Kualitas Pelaksanaan 
Sumber:
Share this article :

0 komentar:

Subcribe

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.

Recent Post

Popular Posts

Comments

Random Post

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. KELOMPOK TANI BERKAH TANI UNGGUL - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template