I. PENDAHULUAN
Sumber : http://agrobisnis-online.blogspot.com/2011/02/penanganan-pasca-panen-karet.html
Peluang ekspor karet alam Indonesia ke depan masih tetap cerah bahkan Indonesia dapat menjadi negara pemasok karet utama mengingat 2 pemasok utama lainnya (Thailand dan Malaysia) sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan.
Dibalik peluang yang sangat besar tersebut, tuntutan terhadap bahan baku yang bermutu merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Mutu bahan baku karet yang diekspor ke luar negeri sangat ditentukan oleh penanganan bahan olah karet di tingkat petani. Semenjak Indonesia dikenalkan dengan produk crumb rubber dengan SIR (Standar Indonesian Rubber), mutu bahan olah karet yang dipersiapkan oleh petani semakin merosot. Bentuk sit angin
yang pada mulanya dikenal masyarakat dan menjadi produk utama yang
dihasilkan petani karet sedikit demi sedikit berubah dan diganti dengan
bentuk slab
II. PERMASALAHAN
Karet dalam bentuk slab sering
terjadi manipulasi bobot bahan olah karet (dengan cara mencampur bokar
dengan bahan ikutan lainnya yang mengakibatkan mutu slab menjadi
rendah dan inefisiensi dalam proses serta transportasi. Pencampuran ini
untuk mendapatkan tambahan berat timbangan dengan cara yang tidak
wajar. Kondisi mutu bokar yang buruk ini dimanfaatkan oleh pedagang
perantara untuk mendapatkan keuntungan melalui tekanan harga kepada
petani.
III. PENANGANAN BOKAR
1. Lateks Kebun
Lateks
kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil
bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi,
maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling utama yang harus
diperhatikan seperti kebersihan peralatan yang digunakan dan
kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.
Penurunan
mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prakoagulasi.
Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau
sit angin dan krep (crepe), sedangkan dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masalah.
Prakoagulasi
pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan
jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran dari luar.
Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut: (a) Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus
senantiasa bersih dan tahan karat; (b) Lateks harus segera diangkut ke
tempat pengolahan tanpa banyak goncangan; (c) Lateks tidak boleh terkena
sinar matahari langsung; dan (d) Dapat menggunakan anti koagulan
seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit (Na2SO3).
Dalam Penanganan lateks kebun agar melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembersihan Bidang Sadap
Sebelum
penyadapan dimulai, bagian kulit pohon yang akan disadap hendaknya
dibersihkan dahulu. Jika penyadapan dilakukan tiap dua hari sekali
pekerjaan membersihkan ini dapat dilakukan seperlunya saja.
b. Pengumpulan lateks
Pengumpulan
lateks di kebun pada umumnya dilakukan 4-5 jam setelah penyadapan
pertama. Lateks dalam mangkuk sadap dituangkan ke dalam ember atau
bedeng dan sisa lateks dibersihkan dengan menggunakan sudip. Sudip
terbuat dari kayu yang dibungkus dengan selembar karet ban dalam. Bentuk
sudip dibuat sedemikian rupa sehingga dengan sekali gerak sisa lateks
dalam mangkuk tersapu bersih. Sudip harus dibersihkan dan diperiksa
secara teratur serta harus diperbaharui pada waktu tertentu.
Ember-ember
pengumpul lateks yang terbaik ialah ember-ember yang dibuat dari
aluminium atau bejana-bejana yang dilapisi timah putih dan memakai
tutup. Ember-ember dari email lebih murah tapi lebih cepat aus. Untuk
mencegah bergoncangnya lateks dalam ember kadang-kadang para penyadap
meletakkan daun-daun di atas permukaan lateks. Hal ini tidak
diperbolehkan karena lateks akan tercemar. Penggunaan drum besi bekas
untuk pengumpulan lateks tidak diperkenankan. meskipun drum tersebut
setiap pemakaiannya selalu dicuci. Ember/wadah pengumpul lateks agar
dihindarkan dari sinar matahari, karena suhu yang tinggi mempercepat
terjadinya prakoagulasi.
c. Pengawetan lateks
Salah satu bentuk bahan olah karet adalah lateks cair, yang akan diproduksi menjadi bentuk lateks pekat sebagai bahan baku
industri. Untuk mendapatkan lateks tetap cair sampai di tempat
pengolahan lateks pekat, lateks kebun perlu diawetkan karena lateks
kebun akan menggumpal dalam beberapa jam setelah dikumpulkan. Waktu yang
diperlukan untuk pengumpalan alami ini bergantung pada suhu sekitarnya
dan kemantapan lateks itu sendiri.
Sampai saat ini amoniak merupakan pengawet lateks yang masih digunakan dan dipilih sebagai pengawet baku.
Amoniak dapat diperoleh dalam dua bentuk, yaitu gas atau larutan 20%.
Untuk kebutuhan dalam jumlah sedikit, umumnya digunakan larutan amonia
2,5 % per liter lateks. Kelemahan penggunaan amoniak adalah mudah
menguap, sehingga bila dibiarkan terbuka akan cepat menurun kadarnya dan
pada proses penggumpalan diperlukan asam format (semut) yang lebih
banyak. Selain
itu, untuk pengawetan lateks dapat juga digunakan Natrium sulfit.
Natrium sulfit diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih berkadar 90% -
98%. Natrium sulfit bersifat higroskopis dan mudah teroksidasi oleh
udara. Oleh karena itu bahan ini harus disimpan dalam botol tertutup
rapat serta diletakkan di tempat kering dan dingin. Dosis pemakaiannya
adalah 5 - 10 ml larutan Natrium sulfit 10%
untuk setiap liter lateks. Amonia atau natrium sulfit sedapat mungkin
ditambahkan ke dalam mangkuk lateks, semakin cepat akan semakin baik.
d. Pengangkutan lateks
Lateks
kebun yang sudah dibubuhi amoniak dituangkan melalui tabung atau pipa
ke dalam tangki pengangkut. Tangki dilengkapi dengan penyaring 40 mesh
yang ukurannya sesuai lubang masuk. Tangki pengangkut diletakkan dalam
truk. Selain tangki pengangkut lateks, prakoagulump dan skrep yang
telah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam suatu tempat lalu diangkut
menuju pabrik.
Lateks
yang telah dibubuhi amoniak bereaksi alkalis tidak diperbolehkan
kontak dengan benda yang terbuat dari tembaga, kuningan, seng dan
sebagainya karena latek beramoniak akan bereaksi dengan logam tersebut.
Penyaring lateks juga sebaiknya terbuat dari baja tahan karat. Tangki
lateks terbuat dari besi lunak (mild steel) dan dianjurkan dilapisi
dengan lilin untuk mengurangi melekatnya lateks pada sisi-sisi dan alas
tangki. Dengan pelapisan lilin juga memudahkan pembersihkan karena
film karet yang melekat dapat dikuliti dengan mudah
2. Lump
Lump mangkuk adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku
secara alamiah dalam mangkuk. Pada musim penghujan, untuk mempercepat
proses pembekuan lateks ditambahkan asam format/semut atau pembeku asap
cair ke dalam mangkuk. Keuntungan pembuatan lump mangkuk :
a. Tenaga kerja relatif lebih sedikit
b. Tidak ada resiko prakoagulasi
c. Penanganannya mudah dan praktis.
Kerugian pembuatan lump mangkuk, diantaranya:
a. Masih ada kemungkinan terjadi manipulasi berat yang dilakukan dengan jalan menambahkan bahan-bahan non-karet
b. Teknik pengukuran KKK yang akurat tidak mudah, karena tingkat kebersihan dan pemeraman lump mangkuk yang beraneka ragam
c. Terjadi penurunan mutu terutama nilai PRI dan laju vulkanisasi akibat penyimpanan yang tidak memenuhi syarat
d. Tidak dapat dihasilkan karet remah dengan mutu prima.
IV. PERSYARATAN MUTU BOKAR
Untuk
mendapatkan hasil bokar yang bermutu baik, maka bahan baku yang
digunakan perlu memenuhi beberapa persyaratan, sebagai berikut:
a. Untuk
lateks kebun, lateks yang digunakan tidak boleh dicampur dengan air,
bubur lateks ataupun serum lateks dan benda lain seperti kayu ataupun
kotoran lain serta berwarna putih dan berbau segar
b. Untuk
bokar yang berbentuk koagulum, bahan penggumpal yang digunakan adalah
bahan penggumpal yang direkomendasikan seperti asam format dll.
Penggunaan bahan penggumpal yang tidak direkomendasikan seperti tawas,
pupuk TSP, tije, asam dari tanaman hutan dan gadung harus dihindari.
c. Standar Nasional Indonesia Bahan Olah Karet diatur menurut SNI No. 06-2047-2002 Sumber : http://agrobisnis-online.blogspot.com/2011/02/penanganan-pasca-panen-karet.html
0 komentar:
Post a Comment