ABTRAKSI
Dasar Hukum
Indonesia merupakan negara penghasil dan
pengekspor karet alam urutan ke 2 (dua) di dunia setelah Thailand. Meskipun
produksi karet Indonesia masih dibawah Thailand namun dari sisi luasan
Indonesia menduduki areal karet terluas di dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
tingkat produktivitas karet Indonesia per satuan luas masih dibawah tingkat
produktivitas di negara lain (Thailand dan Malaysia). Namun demikian peluang
ekspor karet alam Indonesia ke depan masih tetap cerah bahkan Indonesia dapat
menjadi negara pemasok karet utama mengingat 2 pemasok utama lainnya (Thailand
dan Malaysia) sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksinya karena
keterbatasan lahan pengembangan.
Dibalik peluang yang sangat besar tersebut,
tuntutan terhadap bahan baku yang bermutu merupakan suatu tantangan yang besar
bagi Indonesia. Mutu bahan baku karet yang diekspor ke luar negeri sangat
ditentukan oleh penanganan bahan olah karet di tingkat petani. Semenjak
Indonesia dikenalkan dengan produk crumb rubber dengan SIR (Standar Indonesian
Rubber), mutu bahan olah karet yang dipersiapkan oleh petani semakin merosot.
Bentuk sit angin yang pada mulanya dikenal masyarakat dan menjadi produk utama
yang dihasilkan petani karet sedikit demi sedikit berubah dan diganti dengan
bentuk slab terutama di sentra karet di wilayah Sumatera.
Dalam bentuk slab tersebut sering terjadi
manipulasi bobot bahan olah karet (dengan cara mencampur bokar dengan bahan
ikutan lainnya yang mengakibatkan mutu slab menjadi rendah dan inefisiensi
dalam proses serta transportasi. Pencampuran ini untuk mendapatkan tambahan
berat timbangan dengan cara yang tidak wajar. Kondisi mutu bokar yang buruk ini
dimanfaatkan oleh pedagang perantara untuk mendapatkan keuntungan melalui
tekanan harga kepada petani.
Akhir-akhir ini dibeberapa
propinsi di Sumatera ditemukan pencampuran bokar dengan bahan karet mati
(vulkanisat), antara lain di propinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Dampak dari
pencemaran karet vulkanisat adalah ditolaknya ekspor karet Sumatera oleh
konsumen luar negeri yang pada akhirnya dapat merusak struktur perekonomian
rakyat khususnya petani karet. Agar kasus ini tidak terulang, perlu ada upaya
berupa pembinaan kepada petani untuk menghasilkan bahan olah karet yang baik.
Maksud
Memberikan acuan,motivasi,serta pencerahan kepada petani/pekebun karet guna meningkatkan mutu hasil olah perkebunan karet.Khususnya di Kabupaten Sukabumi
Tujuan
- Meningkatkan efisiensi proses penyadapan dan penanganan bahan olah karet (bokar)
- Meningkatkan mutu bahan olah karet rakyat sesuai standar teknis
- Meningkatkan nilai tambah hasil karet
a. Pasca panen menurut pasal 31 UU Nomor 12 /1992
tentang budidaya tanaman adalah “suatu kegiatan yang meliputi pembersihan,
pengupasan, penyortiran, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standardisasi
mutu, dan transportasi hasil produksi budidaya tanaman“.
b. Lateks adalah hasil/produk tanaman karet yang
diambil melalui penyadapan untuk diolah selanjutnya menjadi bahan olah karet.
c. Penyadapan adalah suatu tindakan pembukaan
pembuluh lateks, agar lateks yang terdapat di dalam tanaman karet dapat keluar
d. Bahan Olah Karet (Bokar) adalah lateks kebun
dan koagulump lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea Brasiliensis
M).
e. Koagulump adalah lateks yang menggumpal baik
secara alami ataupun digumpalkan dengan zat penggumpal seperti asam
format/semut dll.
f. Lump adalah gumpalan karet dari dalam mangkok
sadap atau penampung lain yang diproses dengan cara penggumpalan dengan asam
semut atau bahan penggumpal lain atau penggumpalan alami.
g. Slab adalah gumpalan yang berasal dari lateks
kebun yang sengaja digumpalkan dengan asam semut atau bahan penggumpal lain
atau dari lump mangkok segar yang direkatkan dengan atau tanpa lateks.
h. Sit angin adalah lembaran sit tipis yang
berasal dari gumpalan lateks kebun yang digumpalkan dengan menggunakan asam
semut atau bahan penggumpal lain, dikeluarkan serumnya dengan cara penggilingan
dan dikeringkan dengan penganginan.
i. Sit asap adalah lembaran sit tipis yang berasal
dari gumpalan lateks kebun yang digumpalkan dengan menggunakan asam semut atau
bahan penggumpal lain, dikeluarkan serumnya dengan cara penggilingan dan
dikeringkan dengan cara pengasapan.
3
j. Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan
padatan karet per satuan berat (%)
k. Kadar Jumlah Padatan (KJP) adalah kandungan
padatan karet dan bukan karet selain air.
l. Plastisitas Nol (Po) adalah plastisitas awal,
yaitu nilai plastisitas karet sebelum dipanaskan
m. Plasticity Retention Index (PRI) adalah indeks
ketahanan plastisitas
n. Viscosity of Rubber (VR) adalah viscositas dari
karet
II. SISTIM PENYADAPAN
2.1 Kriteria Matang Sadap
Penyadapan merupakan suatu tindakan pembukaan
pembuluh lateks, agar lateks yang terdapat di dalam tanaman karet dapat
mengalir ke luar. Cara penyadapan yang telah dikenal luas adalah dengan
mengiris sebagian dari kulit batang. Sistem penyadapan diharapkan dapat
menghasilkan lateks dalam jumlah yang banyak, dengan biaya yang rendah, akan
tetapi tidak mengganggu kesinambungan produksi tanaman. Oleh karena itu pelaksanaan
penyadapan harus mengikuti aturan atau norma yang benar. Penentuan matang sadap
dapat ditentukan dengan beberapa kriteria, diantaranya :
a. Matang Sadap Pohon
Tanaman karet akan siap disadap apabila sudah
matang sadap pohon, artinya tanaman sudah menunjukkan kesanggupan untuk
disadap. Tanaman karet telah sanggup disadap apabila sudah dapat diambil
lateksnya tanpa menyebabkan gangguan yang berarti terhadap pertumbuhan dan
kesehatannya. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan
lilit batang dan umurnya.
1) Umur Tanaman
Dalam keadaan pertumbuhan normal, tanaman karet
akan siap disadap pada umur 5-6 tahun. Namun demikian seringkali dijumpai,
tanaman belump siap disadap walaupun sudah berumur 6 tahun akibat kondisi
lingkungan dan pemeliharaan yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Tetapi
sebaliknya, penyadapan dapat dilakukan kurang dari 5 tahun, karena kondisi
lingkungan dan pemeliharaan sangat baik sehingga pertumbuhan tanaman lebih 5
cepat. Dengan demikian umur tanaman karet tidak
dapat digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan matang sadap dan hanya dapat
digunakan sebagai pedoman waktu untuk pengukuran lilit batang.
2) Lilit Batang
Lilit batang telah disepakati sebagai pedoman
untuk mengetahui pertumbuhan tanaman karet, karena hasil tanaman karet berupa
lateks diperoleh dari batangnya (kulit batang). Tanaman karet dikatakan matang
sadap apabila lilit batangnya sudah mencapai 45 cm atau lebih. Pengukuran lilit
batang untuk menentukan matang sadap mulai dilakukan pada waktu tanaman berumur
4 tahun. Lilit batang diukur pada ketinggian batang 100 cm dari pertautan
okulasi (Gambar 1). Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengukur lilit batang
adalah meteran kain dan kayu sepanjang 100 cm.
Gambar 1. Pengukuran lilit batang (Sumber : Balai
Penelitian Sembawa)
6
b. Matang Sadap Kebun
Kriteria matang sadap kebun digunakan untuk
memulai proses penyadapan pada kebun yang baru pertama kali akan disadap.
Kriteria matang sadap kebun perlu ditetapkan agar hasil yang diperoleh
menguntungkan. Kebun dikatakan telah matang sadap kebun apabila jumlah tanaman
yang matang sadap pohon sudah mencapai 60% atau lebih. Pada kebun yang
terpelihara dengan baik, jumlah tanaman yang matang sadap pohon biasanya telah
mencapai 60 - 70 % pada umur 4 - 5 tahun.
Tahap pelaksanaan penentuan matang sadap:
1) Mulai tanaman berumur 4 tahun, lilit batang
semua tanaman diukur pada ketinggian 100 cm, kemudian diulang setiap 6 bulan.
2) Tanaman yang berlilit batang > 45 cm
dihitung dan dipersentasekan terhadap jumlah tanaman dalam areal tersebut.
Apabila telah mencapai 60% atau lebih, kebun sudah siap disadap.
2.2. Persiapan Buka Sadap
Untuk membuka bidang sadap baru, perlu dilakukan
persiapan buka sadap dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penggambaran Bidang Sadap
Penggambaran bidang sadap dilakukan pada kebun
yang sudah mencapai matang sadap kebun. Penggambaran bidang sadap hanya
dilakukan pada tanaman yang sudah matang sadap pohon. Kriteria yang ditetapkan
dalam penggambaran bidang sadap adalah tinggi bukaan sadap, arah dan sudut
kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, dan letak bidang sadap.
1) Tinggi bukaan sadap
Tinggi bukaan sadap adalah 130 cm di atas
pertautan 7
okulasi.
2) Arah dan Sudut Kemiringan Irisan Sadap
Irisan sadap diharapkan dapat memotong pembuluh
lateks sebanyak mungkin agar lateks yang keluar maksimal. Posisi pembuluh
lateks pada umumnya tidak sejajar dengan batang tanaman tetapi agak miring dari
kanan atas ke kiri bawah membentuk sudut sebesar 3,7° dengan bidang tegak. Agar
pembuluh yang terpotong maksimal jumlahnya, arah irisan sadap harus dari kiri
atas ke kanan bawah tegak lurus terhadap pembuluh lateks.
Sudut kemiringan irisan sadap berpengaruh terhadap
produksi. Kemiringan irisan sadap selain berpengaruh pada jumlah pembuluh
lateks yang terpotong, juga berpengaruh pada aliran lateks ke arah mangkuk
sadap. Sudut kemiringan jangan terlampau datar karena akan menyebabkan aliran
lateks menjadi lambat dan sering membeku sebelump sampai ke mangkuk atau
menyimpang dari alur aliran lateks sehingga tidak masuk ke mangkuk. Sudut
kemiringan yang paling baik berkisar antara 30 - 400 terhadap bidang datar
untuk bidang sadap bawah. Pada penyadapan bidang sadap atas, sudut
kemiringannya dianjurkan sebesar 450.
3) Panjang Irisan Sadap
Panjang irisan sadap sangat berpengaruh terhadap
produksi dan pertumbuhan tanaman, kesinambungan produksi dalam jangka panjang,
dan kesehatan tanaman. Panjang irisan sadap yang dianjurkan untuk karet rakyat
adalah 1/2 S (irisan miring sepanjang 1/2 spiral).
4) Letak Bidang Sadap
Penentuan letak bidang sadap perlu dilakukan agar
pelaksanaan penyadapan cepat dan mudah dikontrol. Oleh karena itu, bidang sadap
harus diletakkan pada arah yang sama
8
dengan arah pergerakan penyadap waktu menyadap.
Jadi bidang sadap diletakkan pada arah Timur - Barat (pada jarak antar tanaman
yang pendek).
Tahapan pelaksanaan penggambaran bidang sadap
adalah sebagai berikut:
a) Garis sandar depan dan belakang dibuat dengan
membagi lingkar batang menjadi 2 bagian. Separuh lingkar batang diukur dengan
arah Timur - Barat dan dibuat garis tegak dengan tangkai mal sadap.
b) Mal sadap dipasang pada garis sandar depan, dan
dibuat garis miring menurut mal sadap dengan pisau mal, dari garis sandar
belakang sampai dengan garis sandar depan 1/2 S (irisan miring sepanjang
setengah spiral).
c) Penggambaran dilakukan setiap 6 bulan, untuk
pengontrolan kemiringan dan konsumsi kulit.
Gambar 2. Penggambaran Bidang Sadap
9
b. Pemasangan Talang dan Mangkuk Sadap
Pemasangan talang dan mangkuk sadap dilakukan
setelah penggambaran bidang sadap. Pemasangannya diletakkan di bawah ujung
irisan sadap bagian bawah. Talang sadap terbuat dari seng selebar 2,5 cm dengan
panjang ±8 cm. Talang sadap dipasang pada jarak 5 - 10 cm dari ujung irisan
sadap bagian bawah, tepat di atas garis sandar depan yang juga berfungsi
sebagai parit untuk aliran lateks. Pemasangan talang sadap di bagian ini
bertujuan supaya tidak mengganggu pelaksanaan penyadapan, lateks dapat mengalir
dengan baik, dan tidak terlalu banyak meninggalkan getah bekuan pada batang.
Mangkuk sadap umumnya terbuat dari tanah liat,
plastik atau aluminium. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
mangkuk adalah harus mudah dipakai, mudah dibersihkan, dapat dipergunakan dalam
jangka waktu lama, ekonomis dan mudah didapat.
Mangkuk sadap dipasang pada jarak 15 cm - 20 cm di
bawah talang sadap. Pemasangan mangkuk sadap di posisi ini bertujuan supaya
lateks dapat mengalir sampai ke mangkuk dengan baik, dan penyadap tidak
mengalami kesulitan mengambilnya sewaktu pengumpulan lateks. Mangkuk sadap
diletakkan di atas cincin mangkuk yang diikat dengan tali cincin pada pohon
(Gambar 3). Tali cincin terbuat dari ijuk atau bahan lainnya, sedangkan cincin
mangkuk terbuat dari kawat. 10
Gambar 3. Posisi Mangkuk Sadap (Sumber : Balai
Penelitian Sembawa)
2.3 Teknik Penyadapan
a. Irisan Sadap
Pembuluh lateks dalam kulit batang tersusun berupa
barisan dan terdapat pada bagian luar sampai bagian dalam kulit. Semakin ke
dalam, jumlah pembuluh lateks semakin banyak. Penyadapan diharapkan dapat
dilakukan selama 25 - 30 tahun. Oleh karena itu harus diusahakan agar kulit
pulihan dapat terbentuk dengan baik. Kerusakan kambium yang terletak di antara
kulit dan kayu selama penyadapan harus dihindari. Kedalaman irisan sadap yang
dianjurkan adalah 1-1,5 mm dari kambium (Gambar 4).
Pengirisan kulit dilakukan dengan pisau sadap. Ada
dua jenis pisau sadap yang biasa digunakan yaitu pisau sadap tarik dan pisau
sadap dorong. Pisau sadap tarik digunakan untuk melakukan penyadapan pada
bidang sadap bawah (mulai dari ketinggian 130 cm sampai ke kaki gajah), dengan
arah sadapan ke bawah. Sedangkan pisau sadap dorong dianjurkan untuk penyadapan
bidang sadap atas (mulai dari ketinggian 130 cm ke atas), dengan arah gerak
sadapan ke atas.
11
Gambar 4. Kedalaman Irisan Sadap (Sumber : Balai
Penelitian Sembawa)
Kedalaman penyadapan diukur dengan menggunakan
sigmat atau paku yang dipipihkan. Karena harga sigmat mahal dan agak sulit
diperoleh, maka untuk petani dianjurkan menggunakan paku yang dipipihkan,
karena harganya murah dan bahkan dapat dibuat sendiri. Ujung paku yang
dipipihkan mempunyai lekukan yang dalamnya pada satu sisi 1 mm dan pada sisi
lainnya 1,5 mm sebagai penanda kedalaman sadap.
Pada proses penyadapan, lateks akan mengalir
dengan cepat pada awalnya, dan semakin lama alirannya semakin lambat, hingga
akhirnya berhenti sama sekali. Terhentinya aliran lateks disebabkan oleh
tersumbatnya ujung pembuluh lateks dengan gumpalan lateks. Sumbatan itu berupa
lapisan yang sangat tipis. Lateks akan mengalir bila sumbatan dibuang dengan
cara mengiris kulit pada hari sadap berikutnya. Irisan yang tipis pun telah
cukup untuk membuang sumbatan itu. Ketebalan irisan yang dianjurkan adalah
antara 1,5 - 2 mm setiap penyadapan, agar pohon dapat disadap selama 25 - 30
tahun.
12
b. Frekuensi Penyadapan
Frekuensi atau kekerapan penyadapan adalah jumlah
penyadapan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Penentuan frekuensi
penyadapan sangat erat kaitannya dengan panjang irisan dan intensitas
penyadapan. Dengan panjang irisan 1/2 spiral (1/2S), frekuensi penyadapan yang
dianjurkan untuk karet rakyat adalah satu kali dalam 3 hari (d/3) untuk 2 tahun
pertama penyadapan, dan kemudian diubah menjadi satu kali dalam 2 hari (d/2)
untuk tahun selanjutnya. Menjelang peremajaan tanaman, panjang irisan dan
frekuensi penyadapan dapat dilakukan secara bebas.
c. Waktu Penyadapan
Jumlah lateks yang keluar dan kecepatan alirannya
dipengaruhi oleh tekanan turgor sel. Tekanan turgor mencapai maksimum pada saat
menjelang fajar, dan kemudian akan menurun bila hari semakin siang. Oleh karena
itu penyadapan sebaiknya dilakukan sepagi mungkin setelah penyadap dapat
melihat tanaman dengan jelas yaitu jam 05.00 - 07.30.
d. Sistem Eksploitasi
Kemampuan tanaman dalam menghasilkan lateks
berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu aturan penyadapannya juga harus
disesuaikan. Cara penyadapan menurut aturan-aturan tertentu yang dilakukan pada
suatu periode, tersusun dalam suatu sistim yang dinamakan sistim sadap.
Beberapa sistim sadap yang dirangkai dan dilakukan secara teratur dan
berkepanjangan selama siklus produksi tanaman dinamakan sistim eksploitasi.
Sistem eksploitasi yang dianjurkan untuk karet
rakyat adalah sistem eksploitasi Exsternal (Tabel 1). 13
Tabel 1. Sistim Eksploitasi Konvensional Tanaman
Karet
No
Sistem sadap
Jangka waktu
0 (I)
TBM
5 tahun
1 (II)
½ S d/3
2 tahun
2 (II)
½ S d/2
3 tahun
3 (II)
½ S d/2
4 tahun
4 (II)
½ Sd/2
4 tahun
5 (II)
½ Sd/2
4 tahun
6a (IV)
½ S t d/2
2 tahun
7-8 (V)
Bebas
4 tahun
14
III. PENANGANAN BOKAR
3.1 Lateks Kebun
Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat
utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet
yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling
utama yang harus diperhatikan seperti seperti kebersihan peralatan-peralatan
yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh
kotoran-kotoran.
Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh
proses prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan
sit asap atau sit angin dan krep (crepe), sedangkan dalam pengolahan karet
remah tidak menjadi masalah.
Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim,
budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran
dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
(a) Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus
senantiasa bersih dan tahan karat; (b) Lateks harus segera diangkut ke tempat
pengolahan tanpa banyak goncangan; (c) Lateks tidak boleh terkena sinar
matahari langsung; dan (d) Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3)
atau natrium sulfit (Na2SO3).
Dalam Penanganan lateks kebun agar melakukan
hal-hal sebagai berikut :
a. Pembersihan Bidang Sadap
Sebelump penyadapan dimulai, bagian kulit pohon
yang akan disadap hendaknya dibersihkan dahulu. Jika penyadapan dilakukan tiap
dua hari sekali pekerjaan membersihkan ini dapat dilakukan seperlunya
15
saja.
b. Pengumpulan lateks
Pengumpulan lateks di kebun pada umumnya dilakukan
4-5 jam setelah penyadapan pertama. Lateks dalam mangkuk sadap dituangkan ke
dalam ember atau bedeng dan sisa lateks dibersihkan dengan menggunakan sudip.
Sudip terbuat dari kayu yang dibungkus dengan selembar karet ban dalam. Bentuk
sudip dibuat sedemikian rupa sehingga dengan sekali gerak sisa lateks dalam
mangkuk tersapu bersih. Sudip harus dibersihkan dan diperiksa secara teratur
serta harus diperbaharui pada waktu tertentu.
Ember-ember pengumpul lateks yang terbaik ialah
ember-ember yang dibuat dari aluminium atau bejana-bejana yang dilapisi timah
putih dan memakai tutup. Ember-ember dari email lebih murah tapi lebih cepat
aus. Untuk mencegah bergoncangnya lateks dalam ember kadang-kadang para
penyadap meletakkan daun-daun di atas permukaan lateks. Hal ini tidak
diperbolehkan karena lateks akan tercemar. Penggunaan drum besi bekas untuk
pengumpulan lateks tidak diperkenankan. meskipun drum tersebut setiap
pemakaiannya selalu dicuci. Ember/wadah pengumpul lateks agar dihindarkan dari
sinar matahari, karena suhu yang tinggi mempercepat terjadinya prakoagulasi.
c. Pengawetan lateks
Salah satu bentuk bahan olah karet adalah lateks
cair, yang akan diproduksi menjadi bentuk lateks pekat sebagai bahan baku
industri. Untuk mendapatkan lateks tetap cair sampai di tempat pengolahan
lateks pekat, lateks kebun perlu diawetkan karena lateks kebun akan menggumpal
dalam beberapa jam setelah dikumpulkan. Waktu yang diperlukan untuk pengumpalan
alami ini bergantung pada suhu sekitarnya dan kemantapan lateks itu sendiri.
Penggumpalan alami atau spontan disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat
16
terurainya bahan bukan karet yang ada dalam lateks
oleh mikroorganisme. Selain itu juga timbulnya anion dari asam lemak hasil
hidrolisis lipid yang ada dalam lateks. Anion asam lemak ini sebagian akan
bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium yang ada di dalam lateks membentuk
sabun yang tidak larut, keduanya menghasilkan penggumpalan.
Secara ideal bahan pengawet lateks mempunyai
persyaratan sebagai berikut :
1) Dapat membunuh mikroorganisme atau setidaknya
dapat menekan keaktifan dan perkembangannya
2) Menaikkan pH lateks atau bereaksi alkali
3) Dapat menjadikan logam dalam lateks, khususnya
ion logam berat tidak aktif.
4) Tidak beracun bagi manusia dan lateks yang
diperoleh
5) Tidak memberikan warna pada lateks atau film
dari lateks tersebut
6) Tidak memberikan bau, tidak mengganggu proses
lateks selanjutnya, harga relatif murah serta mudah penanganannya
Sampai saat ini amoniak merupakan pengawet lateks
yang masih digunakan dan dipilih sebagai pengawet baku. Amoniak dapat diperoleh
dalam dua bentuk, yaitu gas atau larutan 20%. Untuk kebutuhan dalam jumlah
sedikit, umumnya digunakan larutan amonia 2,5 % per liter lateks. Kelemahan
penggunaan amoniak adalah mudah menguap, sehingga bila dibiarkan terbuka akan
cepat menurun kadarnya dan pada proses penggumpalan diperlukan asam format
(semut) yang lebih banyak.
Selain itu, untuk pengawetan lateks dapat juga
digunakan Natrium sulfit. Natrium sulfit diperdagangkan dalam bentuk serbuk
putih berkadar 90% - 98%. Natrium sulfit bersifat higroskopis dan 17
mudah teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu
bahan ini harus disimpan dalam botol tertutup rapat serta diletakkan di tempat
kering dan dingin. Dosis pemakaiannya adalah 5 ml - 10 ml larutan Na2S03 10%
untuk setiap liter lateks. Amonia atau natrium sulfit sedapat mungkin
ditambahkan ke dalam mangkuk lateks, semakin cepat akan semakin baik.
d. Pengangkutan lateks
Pada umumnya ember-ember atau wadah lateks
diangkut ke tempat penerimaan lateks dengan jalan dipikul kemudian ember-ember
tersebut diangkut ke tempat pembekuan dengan menggunakan truk. Cara ini tidak
cukup ekonomis dan dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi. Cara yang lebih
ekonomis adalah : lateks kebun yang sudah dibubuhi amoniak dituangkan melalui
tabung atau pipa ke dalam tangki pengangkut. Tangki dilengkapi dengan penyaring
40 mesh yang ukurannya sesuai lubang masuk. Tangki pengangkut diletakkan dalam
truk. Selain tangki pengangkut lateks, prakoagulump dan skrep yang telah
terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam suatu tempat lalu diangkut menuju
pabrik.
Lateks yang telah dibubuhi amoniak bereaksi
alkalis tidak diperbolehkan kontak dengan benda yang terbuat dari tembaga,
kuningan, seng dan sebagainya karena latek beramoniak akan bereaksi dengan
logam tersebut. Penyaring lateks juga sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
Tangki lateks terbuat dari besi lunak (mild steel) dan dianjurkan dilapisi
dengan lilin untuk mengurangi melekatnya lateks pada sisi-sisi dan alas tangki.
Dengan pelapisan lilin juga memudahkan pembersihkan karena film karet yang
melekat dapat dikuliti dengan mudah
3.2 Lump
a. Lump mangkuk
Lump mangkuk adalah lateks kebun yang dibiarkan
18
membeku secara alamiah dalam mangkuk. Pada musim
penghujan, untuk mempercepat proses pembekuan lateks ditambahkan asam
format/semut atau pembeku asap cair ke dalam mangkuk. Keuntungan pembuatan lump
mangkuk :
1) Tenaga kerja relatif lebih sedikit;
2) Tidak ada resiko prakoagulasi;
3) Penanganannya mudah dan praktis.
Kerugian pembuatan lump mangkuk, diantaranya:
7) Masih ada kemungkinan terjadi manipulasi berat
yang dilakukan dengan jalan menambahkan bahan-bahan non-karet;
8) Teknik pengukuran KKK yang akurat tidak mudah,
karena tingkat kebersihan dan pemeraman lump mangkuk yang beraneka ragam;
9) Terjadi penurunan mutu terutama nilai PRI dan
laju vulkanisasi akibat penyimpanan yang tidak memenuhi syarat;
10) Tidak dapat dihasilkan karet remah dengan mutu
prima.
b. Lump Bambu
Salah satu alternatif perbaikan mutu bokar yang
dapat dikembangkan di tingkat petani adalah sistim pembekuan lateks dengan
menggunakan tabung bambu dengan penambahan asam format/semut secara simultan.
Bekuan yang dihasilkan disebut lump bambu. Keunggulan Lump bambu :
1) Bermutu tinggi (nilai Po, PRI, VR tinggi),
2) Resiko terkontaminasi lebih kecil
3) Penanganannya lebih praktis dan hemat waktu. 19
3.3 Slab
a. Slab/Lump (Asap Cair)
Slab/lump asap cair adalah slab/lump yang
menggunakan pembeku asap cair. Pembeku asap cair ini ditemukan oleh Balai
Penelitian Sembawa. Selain berfungsi sebagai pembeku lateks, asap cair ini
dapat berfungsi mencegah dan menutup bau busuk bekuan, mempertahankan nilai Po
dan PRI, memberikan bau asap khas dan warna cokelat. Karet remah yang
dihasilkan mempunyai mutu spesifikasi teknis, sifat fisik vulkanisat dan
karakteristik vulkanisasi setara dengan pembeku asam format (semut) dan bahkan
lebih baik.
Tahapan pembekuan dengan menggunakan asap cair
adalah sebagai berikut:
1) Pengenceran larutan murni asap cair sesuai
dengan aturan yang disarankan.
2) Siapkan tempat /wadah kosong yang bersih untuk
tempat pembekuan dan kemudian diisi lateks.
3) Kedalam lateks tersebut ditambahkan pembeku
asap cair yang telah diencerkan sesuai dengan yang disarankan
4) Campuran lateks tersebut diaduk dan dibiarkan
membeku menjadi slab/lump
5) Hasil yang diperoleh disimpan ditempat kering
dan bersih.
b. Slab Tipis
Slab tipis dibuat dari lateks atau campuran lateks
dengan lump mangkuk yang dibekukan dengan asam format/semut di dalam bak
pembeku yang berukuran 60 cm x 40 cm x 6 cm, tanpa perlakuan penggilingan.
20
Proses pembuatan slab tipis dengan menggunakan
bahan lump mangkok sebagai berikut:
1) Masukkan dan susun lump mangkuk secara merata
di dalam bak pembeku.
2) Tambahkan larutan asam format/semut 1% ke dalam
lateks kebun, dengan dosis 100 - 110 ml per liter lateks, kemudian diaduk.
3) Tuangkan campuran lateks dan pembeku tersebut
ke dalam bak pembeku yang telah diisi lump mangkuk.
4) Biarkan sekitar 1-2 jam, lalu bekuan diangkat
dan disimpan di atas rak di dalam tempat yang teduh.
Proses pembuatan slab tipis dengan menggunakan
bahan lateks kebun :
1) Lateks disaring dengan saringan berukuran 20
mesh. Bekuan lateks yang tersisa setelah disaring dipisahkan
2) Masukkan lateks cair ke dalam bak pembeku
3) Tambahkan larutan asam semut 1% sebanyak
100-110 ml per liter lateks. Aduk hingga rata, buih yang terjadi harus dibuang
4) Biarkan 1-2 jam hingga bekuan cukup keras
(pembekuan)
5) Tempatkan slab ke dalam bangsal selama 1-2
minggu agar menjadi kering angin.
6) Pastikan slab sudah kering kemudian simpan di
tempat penyimpanan
Keuntungan membuat slab tipis, antara lain :
1) Mutu seragam dengan KKK sekitar 50%
2) Tidak ada resiko prakoagulasi
3) Mudah dalam pengangkutan.
21
Kendala dalam pembuatan slab tipis antara lain:
1) Perlu tambahan biaya untuk pengadaan asam
format/semut atau pembeku asap cair
2) Kemungkinan terjadi manipulasi berat karet
dengan menambah bahan-bahan bukan karet ke dalam slab.
c. Slab Giling
Kadar Karet kering slab tipis dapat ditingkatkan
menjadi sekitar 70%, dengan cara digiling menggunakan "hand mangel "
dan hasilnya disebut slab giling. Kelebihan lain slab giling adalah nilai
ketahanan plastisitasnya (PRI) lebih tinggi.
Proses pembuatan slab giling sebagai berikut :
22
3.4 Sit Angin (Unsmoked Sit/USS)
Sit angin adalah lembaran karet hasil bekuan
lateks yang digiling dan dikering-anginkan, sehingga memiliki KKK 90 - 95 %.
Pengolahan sit angin dilakukan melalui berbagai tahap sebagai berikut :
a. Penyaringan Lateks
Lateks kebun disaring dengan saringan 40 atau 60
mesh untuk memisahkan kotoran yang terikut seperti daun dan tatal. Saringan
sebaiknya terbuat dari baja anti karat. Kemudian dilakukan pengujian kadar
karet kering.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan dengan cara menambahkan air
bersih ke dalam lateks hingga diperoleh KKK baku 12 - 15 %. Jumlah air yang
ditambahkan dapat dihitung dengan rumus :
KKKa - KKKb
VA = ---------------- x VL
KKKb
Keterangan :
VA = volumpe air yang ditambahkan (liter)
KKKa = KKK lateks kebun (%)
KKKb = KKK baku (%)
VL = volumpe lateks kebun (liter)
Tujuan pengenceran adalah untuk : (1) memperoleh
mutu yang seragam; (2) mempermudah penggiIingan; dan (3) mempermudah keluarnya
gelembung udara dari dalam lateks.
23
Air yang digunakan untuk pengenceran harus
memenuhi persyaratan pengolahan, diantaranya:
1) Jernih, tidak berwarna dan tidak berbau
2) pH air antara 5,8 – 8,0 (yang terbaik pH = 7)
3) Kesadahan air maksimal 6o
4) Kadar bikarbonat tidak melebihi 0,03 %
5) Kadar besi tidak melebihi 1 ppm
6) Kadar mangan (Mn) tidak melebihi 0,5 ppm
Pemberian air dalam tahap pengenceran ini harus
dilakukan sedemikian rupa hingga sedikit mungkin timbul busa.
c. Pembekuan
Pembekuan merupakan tahapan proses yang sangat
penting pada pengolahan sit karena mempengaruhi proses penggilingan dan
pengeringan yang selanjutnya mempengaruhi kualitas sit yang dihasilkan.
Kekerasan bekuan dipengaruhi oleh jumlah pembeku yang ditambahkan, kepekatan
lateks dan lamanya proses pembekuan. Kekerasan bekuan yang dihasilkan harus
dalam kondisi optimum karena bekuan yang terlalu keras akan sulit untuk
digiling sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak, waktu
pengeringan yang lebih lama dan cenderung menghasilkan sit yang berwarna muda.
Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak yang
terbuat dari aluminium atau plastik dengan ukuran 50 cm x 25 cm x 6 cm. Lateks
yang telah diencerkan sebanyak 5 - 6 liter dituang ke dalam bak pembeku,
kemudian ditambahkan 370 ml asam format/semut 1%, kemudian diaduk. Busa yang
timbul selama pengadukan dibuang kemudian lateks dibiarkan membeku. Untuk
menghindari adanya kotoran maka bak perlu ditutup.
d. Pemeraman
Setelah 15-30 menit terjadi pembekuan lateks, air
ditambahkan di 24
bagian atas bekuan untuk mencuci sisa asam dan
mencegah terjadinya oksidasi enzim yang mengakibatkan timbulnya warna gelap.
Lama pemeraman kurang lebih 1 jam.
e. Penggilingan
Bekuan yang dihasilkan digiling lima kali dengan
gilingan polos dan sekali dengan gilingan beralur, sambil disemprot dengan air.
Tujuannya adalah untuk mencuci sit dan mencegah lengketnya sit pada rol
penggiling. Penggunaan gilingan beralur pada akhir proses penggilingan
bertujuan untuk memperluas permukaan sit sehingga mempercepat proses
pengeringan.
f. Pencucian
Lembaran sit yang diperoleh kemudian dimasukkan ke
dalam bak pencuci untuk menghilangkan sisa asam, sisa serum dan kotoran yang
menempel selama penggilingan. Sisa serum ini merupakan sumber makanan bagi
berbagai macam jamur dan jasad renik. Dengan hilangnya sisa-sisa serum ini maka
jamur dan jasad renik ikut berkurang.
g. Penirisan
Setelah lembaran sit dicuci dilakukan penirisan
untuk menghilangkan air di permukaan lembaran dengan cara digantung pada
rak-rak di tempat teduh.. Lama penirisan kurang lebih 15 menit.
h. Pengeringan
Pengeringan dilaksanakan di dalam gudang
pengering. Selama pengeringan dinding gudang dibuka pada siang hari dan ditutup
pada malam hari. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur kelembaban dan temperatur
ruang pengeringan.
Lama pengeringan sit angin yang optimum adalah 5
hari, oleh karena itu petani dapat melakukan pemasaran sit angin dalam periode
mingguan dengan KKK yang tinggi. Dengan menggunakan pembeku
25
asap cair, sit angin dapat dikeringkan selama 1
hari saja dan sit angin ini akan menjadi sit asap (RSS) karena asap cair dapat
berfungsi sebagai pengawet dan pemberi warna coklat seperti pada proses
pengasapan. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan membuat sit angin, antara
lain:
1) Dapat diolah menjadi RSS 3, RSS 4 atau SIR 5
2) Memiliki KKK yang tinggi dan mutunya lebih
konsisten;
3) Biaya pengangkutan dan biaya pengolahan di
pabrik lebih efisien
Beberapa kendala yang dihadapi dalam membuat sit
angin, yaitu
1) Investasi untuk peralatan pengolahan, asam
format/semut , dan tempat pengeringan;
2) Disiplin petani yang tinggi
3) Jumlah tenaga kerja yang relatif lebih banyak
4) Tersedia air yang cukup untuk pengolahan.
26
3.5 Sit Asap (Ribbed Smoke Sit/RSS)
Proses pengolahan sit asap dengan pembeku asam
format/semut, hampir sama dengan sit angin. Bedanya terletak pada proses
pengeringan, yaitu pada sit asap dilakukan pengasapan pada suhu bertahap antara
40° - 60°C selama 4 hari. Pengaturan suhu pengasapan adalah sebagai berikut:
27
a. Hari pertama suhu 40° - 45°C, dan ventilasi
ruang asap lebar
b. Hari kedua suhu 45° - 50°C, dan ventilasi ruang
asap sedang
c. Hari ketiga suhu 50° - 55°C, dan ventilasi
ruang asap tertutup
d. Hari keempat suhu 55° - 60°C
Pengeringan sit asap yang menggunakan pembeku asap
cair, hanya memerlukan waktu satu hari saja pada suhu 55° - 60°C, sehingga
menghemat waktu dan biaya pengeringan.
Klasifikasi/sortasi sit asap menjadi RSS 1, RSS 2,
RSS 3, dan cutting dilakukan setelah proses pengeringan, sesuai Green Book.
Selanjutnya RSS dikemas menurut jenis mutu yang sama, dengan berat setiap 113
kg.
Keuntungan yang diperolah dengan membuat RSS
antara lain:
a. RSS dapat langsung diekspor atau sebagai bahan
baku industri barang jadi karet
b. Mutu produk seragam dan konsisten
c. Harga lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
bokar yang lain
Kendala yang dihadapi dalam pengolahan RSS adalah:
a. Perlu biaya investasi yang tinggi untuk
peralatan pengolahan dan pembuatan kamar asap
b. Biaya pengolahan lebih tinggi yang meliputi
tenaga kerja, asam format/semut, air dan kayu bakar
c. Diperlukan disiplin yang tinggi dari petani
28
29
IV. PENENTUAN KADAR KARET KERING
Kadar karet kering (KKK) lateks atau bekuan sangat
penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai pedoman penentuan
harga juga merupakan standar dalam pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS,
krep, dan lateks pekat.
4.1. Penentuan KKK Lateks Kebun
Kadar karet kering lateks dipengaruhi oleh jenis
klon, frekuensi sadap, pemakaian stimulan, dan pengaruh lingkungan (iklim,
tanah, dll). Empat metode penentuan KKK lateks yang umum digunakan adalah:
a. Metode Laboratorium Baku
Prinsip dalam metode laboratorium baku adalah
pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian dan
pengeringan. Alat yang diperlukan adalah gelas piala 50 ml, mangkuk bersih,
penangas air, desikator, timbangan analitik, dan oven. Sebagai bahan pembeku
digunakan asam asetat 2% atau asam format (semut) 2%.
Prosedur pengujian dengan metode laboratorium baku
sebagai berikut:
1) Lateks ditimbang 10-15 gram di dalam cawan
aluminium dengan cara menuangkannya dari gelas piala 50 ml secara
perlahan-lahan.
2) Lateks dibekukan dengan asam asetat atau asam
format 2% dan dipanaskan di atas penangas air sampai serumnya menjadi jernih.
3) Koagulump/bekuan digiling menjadi krep dengan
ketebalan 1-2 mm, dan dicuci.
30
4) Krep kemudian dikeringkan di dalam oven,
setelah itu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Rumus perhitungan KKK adalah sebagai sebagai
berikut :
Bobot krep kering
KKK = ----------------------- x 100%
Bobot lateks
Metode ini menghasilkan perhitungan KKK dengan
ketepatan tinggi, tetapi memerlukan waktu yang lama, biaya yang besar untuk
pembelian alat, dan petugas yang terampil.
b. Metode Chee
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode
laboratorium baku. Modifikasi dilakukan dengan menambah berat contoh dan
penggunaan faktor pengering untuk penyederhanaan prosedur pengujian. Alat yang
digunakan adalah: canting, timbangan dengan ketelitian 0,1 g (misalnya OHAUS
740 S), mangkuk, dan oven. Bahan pembeku yang diperlukan adalah asam format
(semut) 2%.
Prosedur pengujian dengan menggunakan metode chee
adalah sebagai berikut:
1) Contoh lateks sebanyak 50 gram dituangkan ke
dalam mangkuk, ditambahkan 25 ml asam semut 2% dan dibiarkan membeku.
2) Bekuan digiling sampai ketebalan 1-2 mm,
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C selama 16 jam, dan selanjutnya
krep ditimbang.
31
Rumus perhitungan KKK :
Bobot krep kering
KKK = ----------------------- x 100 %
Bobot lateks
Metode ini memiliki tingkat ketelitian yang
sedang, namun relatif mudah dan murah biayanya. Penyederhanaan prosedur dapat
dilakukan dengan menggunakan faktor pengering yang nilainya ditentukan
berdasarkan pengamatan dalam jangka waktu maksimal 15 hari.
Rumus perhitungannya sebagai berikut:
b
KKK = --- x Fp x 100%
a
Dimana :
a = bobot contoh
b = bobot sit basah
Fp = faktor pengering
Faktor pengering ditentukan dengan rumus :
c
Fp = ----
b
Dimana:
c = bobot krep kering
Biasanya nilai faktor pengering adalah 0,70 -
0,72. Cara penyederhanaan ini biasanya diterapkan di pabrik pengolah, dengan
maksud untuk mempercepat penentuan KKK. Apabila metode ini digunakan untuk
dasar penentuan KKK dalam jual-beli lateks, maka penggunaan FP harus dikaji
lebih seksama karena banyak faktor yang mempengaruhi nilainya antara lain jenis
klon, kondisi tanah, musim, dan lain-lain.
32
Gambar 8. Penentuan KKK dengan Metode Lab dan Chee
(Sumber : Balai Penelitian Sembawa)
33
c. Metode Hidrometri
Penentuan KKK lateks dalam metode hidrometri
didasarkan pada berat jenis lateks. Alat yang digunakan adalah: metrolaks,
gelas ukur atau potongan tabung paralon diameter 2,5 inci (vol. 1500 ml), dan
ember, sedangkan bahan yang diperlukan adalah air bersih.
Prosedur pengujiannya sebagai berikut:
1) Satu bagian lateks (0,5 liter) dicampur dengan
dua bagian air (1 liter) di dalam ember dan diaduk.
2) Seluruh campuran lateks dan air tersebut
dimasukkan ke dalam gelas ukur/tabung paralon hingga penuh.
3) Metrolak dicelupkan ke dalam lateks dan dibaca
skala miniskusnya (Gambar 9).
Nilai KKK dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
KKK = Skala miniskus x 3
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat, praktis,
memerlukan biaya sedikit, tetapi kurang teliti. Banyak faktor yang mempengaruhi
ketepatan pengukuran, antara lain: tekanan udara, suhu, keadaan lateks, dan
adanya bahan pencemar di dalam lateks.
Gambar 9. Penentuan KKK dengan Metode Metrolak
(Sumber : Balai Penelitian Sembawa)
34
d. Metode Panci Penggoreng
Penentuan KKK dengan metode panci penggoreng
didasarkan pada pengukuran kadar jumlah padatan (KJP) di dalam lateks. KJP
menggambarkan kandungan padatan karet dan bukan karet selain air. Ada korelasi
antara KKK dengan KJP yang nilainya dicantumkan sebagai faktor koreksi.
Alat yang digunakan adalah panci teflon diameter
20 cm, kompor, dan timbangan dengan ketelitian 0,1-0,2 g.
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :
1) Lateks ditimbang 10 g - 15 g, kemudian dituang
ke dalam panci teflon, diratakan,dan digoyang sampai terbentuk lapisan tipis.
2) Panci teflon dipanaskan di atas kompor sampai
terbentuk film karet kering yang berwarna cokelat. Setelah itu bagian bawah
panci teflon disiram atau dicelup di dalam air dingin.
3) Lapisan karet kering tersebut diambil dan ditimbang.
Berat yang diperoleh menyatakan KJP.
Perhitungan KKK menggunakan rumus sebagai berikut:
KKK = KJP x FK x 100%
FK (Faktor koreksi) = 0,96.
Dengan memakai perhitungan di atas maka pada
penerapan di lapang hanya diperlukan nilai uji KJP.
Lama pengujian dengan menggunakan metode ini
rata-rata 8 - 10 menit per contoh. Seorang operator (pelaksana) bisa
menggunakan sekaligus 2 panci teflon, sehingga kemampuan uji bisa mencapai 12
-14 contoh/orang/jam. Metode ini cepat, murah, dan cukup teliti.
35
Gambar 10. Penentuan KKK dengan Metode Panci
Penggoreng (Sumber : Balai Penelitian Sembawa)
36
4.2. Penentuan KKK Koagulum
Koagulum adalah lateks yang membeku secara alami
atau dibekukan dengan asam format/semut dan bahan pembeku lain yang dianjurkan.
Jenis bokar dalam bentuk bekuan bermacam-macam, antara lain lump, ojol, slab,
sit angin, dan blanket.
Penentuan KKK bekuan pada dasarnya adalah mengukur
kandungan karet kering per satuan berat. Untuk itu diperlukan proses
pembersihan dan pengeringan contoh uji.
Koagulum dibersihkan dengan penggilingan dan
pencucian. Jenis gilingan yang cocok untuk pembersihan adalah mesin creper.
Untuk bekuan yang sangat kotor harus dilengkapi dengan mesin hammermill.
Tingkat kebersihan contoh diukur dengan pengujian kadar kotoran dan kadar abu
sesuai dengan norma skema pengujian SIR (Standard Indonesian Rubber).
Pengeringan contoh uji dilakukan dengan
menggunakan oven atau mesin pengering (dryer). Pengeringan dilakukan pada suhu
110-120 °C selama 3-4 jam.
Prosedur penentuan KKK bekuan adalah sebagai
berikut :
1) Contoh secara acak sebanyak 5-10 % dari bobot
bekuan diambil kemudian ditimbang (misal a kg)
2) Contoh digiling dengan gilingan creeper 10 - 12
kali sampai ketebalan 3 - 5 mm.
3) Hasil gilingan (krep) ditiriskan selama 30 menit,
kemudian ditimbang (misal b kg).
4) Ambil contoh krep sebanyak 3 buah masing-masing
di bagian atas, tengah dan bawah, dengan ukuran 10 cm x 10 cm, kemudian
ditimbang bobotnya misalnya c1, c2, dan c3 (gram), dengan rataan bobotnya c
gram.
5) Contoh-contoh tersebut dikeringkan di dalam
oven selama 3-4 jam pada suhu 110-120° C dengan sirkulasi udara yang cukup,
kemudian dimasukkan ke dalam desikator.
37
6) Setelah dingin lembaran krep kering ditimbang,
misalnya d1, d2, dan d3 (gram), dengan rataan bobotnya d gram.
KKK dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
b d
KKK = -- x -- x 100 %
a c
Untuk mempercepat waktu pengujian dapat digunakan
faktor pengering (Fp) yang nilainya ditentukan berdasarkan pengujian jangka
panjang. Dalam kondisi ini maka rumus penentuan KKK nya adalah:
b
KKK = --- x Fp x 100 %
a 38
V. STANDARDISASI
5.1 Persyaratan Mutu Kualitatif
Untuk mendapatkan hasil bokar yang bermutu baik,
maka bahan baku yang digunakan perlu memenuhi beberapa persyaratan, sebagai
berikut:
a. Untuk lateks kebun, lateks yang digunakan tidak
boleh dicampur dengan air, bubur lateks ataupun serum lateks dan benda lain
seperti kayu ataupun kotoran lain serta berwarna putih dan berbau segar
b. Untuk bokar yang berbentuk koagulum, bahan
penggumpal yang digunakan adalah bahan penggumpal yang direkomendasikan seperti
asam format dll. Penggunaan bahan penggumpal yang tidak direkomendasikan
seperti tawas, pupuk TSP, tije, asam dari tanaman hutan dan gadung harus
dihindari.
5.2 Persyaratan Mutu Kuantitatif
Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur dalam
pengawasan mutu dan merupakan perangkat pemasaran dalam menghadapi klaim dari
konsumen dan dalam memberikan umpan balik ke bagian pabrik dan bagian kebun.
Standar Nasional Indonesia Bahan Olah Karet diatur menurut SNI No. 06-2047-2002
Tabel 1. Spesifikasi Persyaratan Mutu SNI untuk
Bokar (SNI 06-2047-2002 )
Persyaratan
Jenis Uji/ Parameter
No.
Satuan
Lateks
Sit
Slab
Lump
kebun
Karet Kering (KK), (minimum)
1
Mutu I
%
28
-
-
-
Mutu II
%
20
-
-
-
2
Ketebalan (T)
Mutu I
mm
-
3
≤ 50
50
39
Mutu II
mm
-
5
51-100
100
Mutu III
mm
-
10
101-150
150
Mutu IV
mm
-
-
> 150
> 150
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
3
Kebersihan (B)
-
Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu
karet*) serta penggumpa-lan alami
Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu
karet*) serta penggumpa-lan alami
Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu
karet*)
4
Jenis Koagulan
-
-
KETERANGAN :
*) Bahan yang tidak merusak mutu karet yang
direkomendasikan oleh lembaga penelitian yang kredibel
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2002). 40
VI. PRASARANA DAN SARANA PENANGANAN PASCA PANEN
KARET
6.1. Unit Pengolahan Hasil
Untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha karet,
maka bagi petani dianjurkan untuk mengolah hasil karetnya dalam bentuk sit
angin maupun sit asap. Pembuatan sit angin maupun sit asap ini memerlukan suatu
pengelolaan dalam suatu kelompok yang dinamakan Unit Pengolahan Hasil (UPH).
Petani yang berada dalam satu kawasan tertentu yang bergabung dalam satu
kelompok tani atau gabungan kelompok tani diharapkan memiliki sarana UPH yang
dimiliki bersama. Pembangunan UPH dapat dilakukan secara mandiri oleh petani
ataupun dengan adanya bantuan pemerintah. Dalam satu UPH di dalamnya selain ada
unit untuk pengolahan bokar ada pula unit penyimpanan.
6.2 Prasarana Jalan
Pengangkutan bokar dalam bentuk lateks kebun yang
akan diolah menjadi lateks pekat untuk keperluan industri, ataupun jenis bokar
yang lain yang akan diolah di UPH, memerlukan sarana jalan yang memadai
sehingga lateks yang ada tidak membeku karena adanya gerakan akibat adanya
gelombang jalan. Untuk itu prasarana jalan harus diperhatikan jika ingin
menghasilkan lateks kebun yang baik sampai di lokasi pengolahan.
6.3 Gudang Penyimpanan
Dalam pembangunan suatu gudang penyimpanan bokar,
perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain aspek : kapasitas tampung,
keamanan, dan kesehatan lingkungan. Kapasitas tampung dari gudang penyimpanan
diukur berdasarkan jumlah produksi dan jenis bokar yang dihasilkan oleh
kelompok tani serta diperhitungkan berdasarkan pola
41
pemasaran yang diterapkan. Untuk bokar berupa slab
giling atau slab tipis biasanya diterapkan pola pemasaran 2 mingguan atau 1
bulanan. Aspek keamanan perlu dipertimbangkan dalam hal konstruksi bangunan dan
lokasi gudang penyimpanan, serta pola penjagaan gudang apakah dilakukan secara
bergilir dari anggota kelompok petani atau ditetapkan petugas jaga gudang
dengan kompensasi pembayaran iuran dari anggota kelompok tani. Aspek kesehatan
lingkungan perlu diperhatikan dalam hal konstruksi bangunan (aspek ventilasi
udara, sistim saluran air) serta ketersediaan air yang cukup memadai.
6.4 Lokasi
Lokasi bangunan tempat pengolahan bokar harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bebas dari pencemaran ;
1) Bukan di daerah pembuangan sampah/kotoran cair
maupun padat.
2) Jauh dari peternakan, industri yang
mengeluarkan polusi yang tidak dikelola secara baik dan tempat lain yang sudah
tercemar.
b. Pada tempat yang layak dan tidak di daerah yang
saluran pembuangan airnya buruk.
c. Dekat dengan sentra produksi sehingga menghemat
biaya transportasi
d. Sebaiknya tidak dekat dengan perumahan penduduk
Sedangkan bangunan harus mempunyai persyaratan
sebagai berikut:
a. Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan
yang memenuhi persyaratan teknik dan kesehatan sesuai dengan jenis produk yang
ditangani, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak sanitasi dan
mudah dipelihara.
b. Tata letak diatur sesuai dengan urutan proses
penanganan, sehingga lebih efisien.
c. Penerangan dalam ruang kerja harus cukup sesuai
dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta lampu berpelindung.
d. Tata letak yang aman dari pencurian
42
6.5 Sanitasi
Bangunan harus dilengkapi dengan fasilitas
sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik
dan kesehatan.
a. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana
penyediaan air bersih.
b. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana
pembuangan yang memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6.6 Tenaga Kerja
a. Tenaga kerja harus berbadan sehat.
b. Memiliki keterampilan sesuai dengan bidang
pekerjaannya.
c. Mempunyai komitmen dengan tugasnya.
d. Sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja
6.7 Alat dan mesin
Semua peralatan yang digunakan dalam pengolahan
bokar wajib dijaga kebersihannya dan menggunakan peralatan yang terbuat dari
bahan logam yang tidak menimbulkan kontaminasi dengan bahan baku lateks. Contoh
alat dan mesin yang digunakan dalam proses penanganan bokar dapat dilihat pada
lampiran.
43
VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
7.1. Pembinaan
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
penerapan penanganan pasca panen karet, pembinaan yang intensif dari instansi
terkait baik di tingkat pusat , propinsi maupun kabupaten sangat diperlukan.
Pembinaan secara teknis perlu dilakukan oleh
Petugas Kabupaten/Penyuluh Lapang agar pelaksanaan penanganan pasca panen dapat
dilakukan secara baik dan benar serta tidak menyalahi peraturan yang berlaku
seperti yang diatur dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2004 tentang perkebunan,
pada Pasal 31 yang menyatakan bahwa :
Setiap pelaku usaha perkebunan dalam melakukan
pengolahan, peredaran dan atau pemasaran hasil perkebunan dilarang :
a. Memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil
perkebunan ;
b. Menggunakan bahan penolong untuk pengolahan
dan/atau
c. Mencampur hasil perkebunan dengan benda atau
bahan lain;
yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan
manusia, merusak fungsi lingkungan hidup dan/atau menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat.
7.2. Pengawasan
a. Usaha penanganan pasca panen karet harus
menerapkan pengawasan secara baik, pada titik kritis dalam proses penanganan
pasca panen untuk memantau kemungkinan adanya pencampuran/kontaminasi dengan
bahan lain
b. Instansi yang berwenang dalam bidang perkebunan
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengawasan manajemen mutu terpadu
yang dilakukan dalam proses pengolahan tersebut
c. Apabila terjadi pelanggaran UU No 18 Tahun 2004
tentang perkebunan, pasal 31 diatas, maka akan dikenakan Sanksi sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku
44
7.3. Sertifikasi
a. Usaha penanganan pasca panen karet yang
produksinya untuk tujuan ekspor harus dilengkapi dengan sertifikat;
b. Sertifikat dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang setelah melalui penilaian dan rekomendasi.
7.4. Monitoring dan Evaluasi
a. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh lembaga
yang berwenang di bidang perkebunan di provinsi/kabupaten/kota;
b. Evaluasi dilakukan setiap tahun berdasarkan
data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/kunjungan ke usaha
penanganan pasca panen karet
7.5. Pencatatan
Usaha penanganan pasca panen karet hendaknya
melakukan pencatatan (recording) data yang terurut sewaktu-waktu dibutuhkan.
Data yang perlu dicatat adalah :
a. Data bahan baku
b. Jenis produksi
c. Kapasitas produksi
d. Pemasalahan
7.6. Pelaporan
a. Setiap usaha penanganan pasca panen karet
membuat laporan baik teknis maupun administratif, secara berkala (6 bulan dan
tahunan) untuk keperluan pengawasan intern sehingga apabila terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, dapat mengadakan perbaikan/perubahan berdasarkan
pelaporan yang ada.
b. Setiap usaha penanganan pasca panen karet
membuat laporan tertulis secara berkala (6 bulan dan tahunan) kepada lembaga
yang berwenang.
45
VIII. PELESTARIAN LINGKUNGAN
Pada prinsipnya penanganan pasca panen karet harus
memperhatikan pelestarian lingkungan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah
penanganan limbah yang ramah lingkungan sehingga diperoleh produk akhir yang
bersih dan sehat (clean product). Pada prinsipnya harus diperhatikan agar
pemrosesan suatu produk tidak menimbulkan masalah lingkungan. Limbah yang
dihasilkan harus dikelola dengan baik dan benar, seperti misalnya limbah yang
berupa bahan organik dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos; limbah yang
berupa air harus dibuatkan saluran dan pembuangannya yang baik sehingga tidak
menimbulkan genangan yang dapat menjadi sumber penyakit. Beberapa aspek yang
harus dilakukan adalah :
8.1. Rencana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Setiap usaha penanganan pasca panen karet harus
menyusun rencana cara-cara penanggulangan pencemaran dan pelestarian lingkungan
sebagaimana diatur dalam :
a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
c. Peraturan Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL)
8.2. Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan
Dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan
diperlukan perhatian khusus terhadap beberapa hal seperti :
a. Mencegah timbulnya erosi serta membantu
penghijauan di areal usaha;
b. Menghindari polusi dan gangguan lain yang
berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk,
suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/sumur, karena
penanganan bokar,
46
khususnya bentuk slab dan lump menghasilkan bau
kurang sedap baik dalam waktu penyimpanan maupun pengangkutan. Penggunaan asap
cair dapat mengatasi polusi bau kurang sedap yang dihasilkan.
c. Setiap usaha penanganan pasca panen karet,
harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan gas) yang
sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.
47
IX PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan
kembali apabila terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan
kebutuhan masyarakat.
48
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Perkebunan. 1977. Pedoman
Pengolahan Karet. Bogor.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen
Pertanian. 1974. Pedoman Bercocok Tanam dan Pengolahan Karet. Jakarta.
Balai Penelitian Teknologi Karet. 1995. Pengawetan
dan Pemekatan Lateks. Bogor.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Bahan Olah
Karet SNI 06-2047-2002. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen
Pertanian. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 Tentang
Perkebunan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian,
Departemen Pertanian. 2004. Pedoman Pemberdayaan Kelembagaan Alsin/Upja
Perkebunan. Jakarta.
Pusat penelitian Karet Balai Penelitian Sembawa.
2007. Kumpulan Materi Pelatihan Pasca Panen Karet Dalam Rangka Pengawalan dan
Koordinasi Pengembangan Pasca Panen Karet. Sembawa.
49
Lampiran . CONTOH-CONTOH ALAT MESIN PASCA PANEN
KARET
A. Alat-alat Sadap
1. Mal sadap.
Fungsi : Untuk penggambaran bidang sadap
Gambar 11. Mal Sadap
2. Pisau sadap
Fungsi : untuk mengiris kulit karet agar getah
yang dapat mengalir keluar
(a) tarik (b) dorong
Gambar 12. Pisau Sadap Tarik dan Dorong
50
3. Mangkuk sadap
Fungsi : mengumpulkan lateks yang keluar dari
pohon karet
Gambar 13. Mangkuk Sadap
b. Alat-Alat Pengolahan
1. Bak Pembeku
Fungsi : Tempat pembeku lateks dalam proses
pembuatan sit maupun slab
Gambar 14. Bak Pembeku
51
2. Gilingan/hand mangel polos
Fungsi : menggiling lateks yang telah dibekukan
menjadi bentuk sit
Gambar 14. Gilingan//Hand Mangel Polos
3. Gilingan kembang/beralur
Fungsi : memperluas permukaan karet sehingga
mempercepat proses pengeringan
Gambar 16. Gilingan/Hand Mangel Kembang
52
4. Rumah Pengasapan
Fungsi : tempat pengeringan sit dengan cara
pengasapan
0 komentar:
Post a Comment